Normalisasi salah satu titik sungai di Badung. Rehabilitasi lahan kritis di kawasan DAS tengah dirancang Pemkab Badung. (BP/istimewa)

 

MANGUPURA, BALIPOST.com – Dampak banjir yang melanda Kabupaten Badung dan sejumlah wilayah di Bali sebulan lalu tidak hanya menyebabkan penyempitan daerah aliran sungai (DAS), tetapi juga memperparah kondisi lahan kritis, terutama di kawasan hulu. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung, total luas lahan kritis di wilayah ini telah mencapai 70,6 hektar.

Kepala Bidang Pertamanan DLHK Badung, I Wayan Narayana membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi Minggu (19/10). Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Badung telah menyiapkan langkah rehabilitasi berupa program reboisasi terpadu di sepanjang DAS.

“Lahan kritis di Kabupaten Badung sudah mencapai 70,6 hektar. Paling parah di Kecamatan Petang mencapai 66 hektar, disusul Kuta 2,2 hektar, Abiansemal 1,9 hektar, Kuta Selatan 1,4 hektar, Kuta Utara 1,2 hektar, dan Mengwi 0,5 hektar,” ujarnya.

Baca juga:  Nikmati River Tubing di Sungai Guwo Terus

Ia mengingatkan, lahan kritis berpotensi menimbulkan erosi, degradasi tanah, serta penurunan kualitas ekosistem sungai bila tidak segera direhabilitasi. DLHK merancang program penanaman pohon di radius maksimal 50 meter dari sungai dengan jarak tanam 4×4 meter atau setara 625 pohon per hektar. “Dari perhitungan itu, dibutuhkan sekitar 44.149 pohon untuk merehabilitasi seluruh DAS di Kabupaten Badung,” jelasnya.

Adapun rincian kebutuhan pohon hasil kajian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana (UNUD) meliputi, Kecamatan Petang sebanyak 41.264 pohon, Mengwi 313 pohon, Abiansemal 1.188 pohon, Kuta 1.385 pohon, Kuta Selatan 850 pohon, dan Kuta Utara 700 pohon.

Baca juga:  Cegah Banjir, Semua Pihak Diajak Tanam Pohon di Bangli

Untuk memastikan keberhasilan rehabilitasi, DLHK akan menggunakan kombinasi pohon konservasi dan produktif dengan komposisi 60 persen konservasi dan 40 persen produktif.

“Pohon konservasi seperti bambu, beringin, trembesi, waru, mahoni, dan suren. Sementara untuk produktif antara lain durian, alpukat, kelapa, mangga, dan kakao. Fokus utamanya adalah zona riparian sejauh 50 meter dari sungai untuk menahan erosi dan memperbaiki kualitas air,” terangnya.

Baca juga:  Sekeluarga Asal Yordania Mengemis, Imigrasi Lakukan Deportasi

Terkait pelaksanaan, pihaknya masih menunggu hasil koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali. “Kami masih berkoordinasi, tapi data kebutuhan pohon sudah siap. Diharapkan program reboisasi ini bisa dilakukan secara bertahap,” pungkasnya.

Sementara, Perbekel Sulangai, I Nyoman Sunarta mengapresiasi langkah pemerintah melalui program reboisasi sejumlah lahan kritis di Kecamatan Petang. “Kami juga merupakan kawasan penghasil air dan perlu juga mendapat perhatian. Dengan langkah reboisasi ini kami harapkan ekosistem air di hulu Badung bisa terjaga dengan baik,” ungkapnya. (Parwata/balipost)

 

BAGIKAN