
JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memberikan penjelasan terkait ditandatanganinya rehabilitasi kasus ASDP oleh Presiden Prabowo Subianto.
Yusril menegaskan pemberian rehabilitasi kepada tiga terpidana kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada tahun 2019–2022 telah sesuai prosedur.
Prosedur dimaksud, kata dia, yakni ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan konvensi ketatanegaraan yang berlaku.
“Sebelum menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) rehabilitasi kepada tiga mantan Direksi PT ASDP tersebut, Presiden sudah meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA),” kata Yusril di Jakarta, Selasa (25/11).
Mengutip Kantor Berita Antara, ketiga terpidana dimaksud, yakni masing-masing Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono.
Dikatakan bahwa MA telah memberikan pertimbangan tertulis menjawab permintaan Presiden Prabowo Subianto tersebut, bahkan pertimbangan MA telah disebutkan dalam konsiderans keputusan presiden mengenai pemberian rehabilitasi itu.
Menko menjelaskan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili ketiga direksi PT ASDP tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena ketiganya maupun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding.
“Karena telah berkekuatan hukum tetap, maka Presiden berwenang untuk memberikan rehabilitasi kepada mereka,” ucap dia.
Dengan rehabilitasi itu, Yusril mengatakan ketiganya tidak perlu menjalani pidana yang dijatuhkan. Kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat ketiganya sebagai warga negara pun dipulihkan kembali ke keadaan semula sebelum diadili dan dijatuhi putusan pidana.
Dengan keppres rehabilitasi tersebut, ia menambahkan, kedudukan ketiganya sebagai direksi non-aktif juga otomatis dipulihkan dan menjadi aktif kembali seperti sedia kala.
Dia menyebutkan pemberian rehabilitasi kepada individu warga negara Indonesia sebelumnya pernah diberikan oleh Presiden Ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie kepada Heru Rekso Dharsono pada tahun 1998.
Begitu pula dengan Presiden RI Prabowo, yang belum lama telah memberikan rehabilitasi kepada dua guru di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Abdul Muis dan Rasnal, yang kini telah kembali aktif sebagai guru setelah keduanya menjalani pidana sebagai pelaksanaan Putusan MA.
Sebelumnya, Presiden RI telah menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga pihak yang tersangkut dalam perkara hukum PT ASDP Indonesia Ferry.
Keputusan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan persnya bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa.
“Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah ada hari ini, Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” katanya.
Ia mengatakan, Presiden telah mengamati rangkaian komunikasi antara DPR dan pemerintah terkait dinamika kasus yang mencuat sejak Juli 2024 itu.
Dasco menjelaskan, sejak kasus ASDP bergulir, DPR menerima berbagai pengaduan dan aspirasi dari masyarakat maupun kelompok masyarakat.
Adapun ketiganya telah dijatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun hingga 4 tahun dan 6 bulan dalam kasus tersebut. Ira divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan, sedangkan Yusuf dan Harry masing-masing 4 tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menyatakan ketiganya secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,25 triliun.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda kepada para terdakwa. Untuk Ira, denda yang dikenakan sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Sementara untuk Yusuf Hadi dan Harry Muhammad dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Atas perbuatannya, ketiganya dinyatakan telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (kmb/balipost)










