
BANGLI, BALIPOST.com – Sebuah bangunan baru yang berdiri di kawasan hutan di jalur Suter- Besakih viral dan menjadi perbincangan di media sosial. Banyak masyarakat yang mempertanyakan siapa pihak yang memberikan izin bangunan tersebut berdiri, mengingat lokasinya berada dalam wilayah hutan yang dikelola pemerintah.
Berdasarkan video yang beredar, terdapat sekitar dua unit bangunan yang berdiri di kawasan hutan tersebut. Dilihat dari kondisinya, bangunan yang ada seperti masih dalam proses pengerjaan karena terdapat material di sekitarnya. Bangunan yang dilengkapi taman itu memiliki pemandangan indah gunung dan danau Batur. Menurut informasi bangunan tersebut dibangun untuk tempat usaha.
Perbekel Suter Wayan Nyepeg dikonfirmasi wartawan, membenarkan adanya bangunan di kawasan hutan tersebut. Namun dia menegaskan bahwa lokasi bangunan itu berdiri ada di wilayah Desa Kedisan. “Itu bukan di wilayah Suter, tapi di jalur Suter-Besakih. Kalau tidak salah itu ada di wilayah Kedisan,” kata Nyepeg, Selasa (7/10).
Nyepeg mengatakan, bangunan itu telah berdiri sekitar dua – tiga bulan lalu. Namun dia mengaku tidak tahu pasti bangunan yang berdiri tersebut bangunan untuk apa. Sebab ia tidak pernah mengeceknya secara langsung karena secara teritorial masuk wilayah Desa Kedisan.
Dikatakan bahwa lokasi bangunan tak jauh dari jalan raya. Untuk mencapai bangunan itu, terdapat jalan baru berupa jalan tanah sepanjang 20-30 meter dari jalan utama. “Bangunannya kelihatan dari jalan raya,” terangnya.
Dia pun sudah sempat menanyakan hal tersebut kepada Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) dalam pertemuan rapat beberapa waktu lalu, setelah banyak masyarakat menyampaikan pertanyaan kepadanya. “Ternyata pak kadis waktu rapat itu juga belum tahu,” terangnya.
Sementara itu Perbekel Kedisan I Nyoman Gamayana dihubungi terpisah membernarkan bahwa bangunan tersebut berdiri di wilayah Kedisan. Lokasinya berada di lahan hutan yang dikelola BKSDA.
Pihak desa dinas dan desa adat Kedisan sudah sempat ke lokasi untuk mengecek bangunan tersebut. Dari hasil pengecekan diketahui bahwa bangunan itu dibangun untuk usaha rumah makan. Pembangunan yang diperkirakan sudah berjalan kurang lebih 8 bulan ini dilakukan/dikelola oleh perorangan.
Gamayana menyayangkan tidak pernah ada koordinasi dengan pihak desa baik dinas maupun adat di Kedisan terkait pembangunan tersebut. Pihaknya khawatir pembangunan di kawasan hutan itu akan menimbulkan dampak lingkungan terhadap desa Kedisan yang ada di wilayah bawah.
“Kami khawatir kalau ada bangunan fisik meluas pasti akan ada penebangan pohon. Kalau longsor bagaimana, sejauh mana tanggung jawabnya? Yang namanya hutan dibabat pasti ada dampaknya,” tegasnya.
Desa Kedisan saat ini justru sedang memperketat aturan dengan mengenakan sanksi bagi masyarakat yang menebang pohon, mengingat lokasi desa mereka yang tergolong rawan bencana.”Demi amannya masyarakat kami, kalau bisa jangan ada kegiatan di hutan. Malah harusnya ada penghijauan. Karena kalau sampai hutan gundul masyarakat terdampak,” imbuhnya. (Dayu Swasrina/Balipost)