
MANGUPURA, BALIPOST.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badung kini tengah membahas rancangan peraturan daerah (Ranperda) Perlindungan dan Penertiban Hewan Penular Rabies (HPR). Kehadiran aturan baru ini ternyata menuai sorotan dari pengelola dua daya tarik wisata (DTW) populer di Badung, yakni Kawasan Luar Pura Uluwatu dan DTW Alas Pala Sangeh.
Mereka menilai ranperda tersebut belum mengakomodasi kebutuhan terkait tata kelola satwa, khususnya monyet yang selama ini menjadi ikon pariwisata sekaligus sumber persoalan. Selama bertahun-tahun, wisatawan kerap mengalami insiden digigit, dicakar, atau kehilangan barang akibat ulah monyet. Kondisi ini menimbulkan keluhan yang berujung pada citra kurang baik bagi destinasi wisata.
“Adakah strategi dewan Badung untuk memikirkan tata kelola tentang satwa? DTW Uluwatu dan Sangeh memiliki daya tarik monyet, hanya saja perilaku mereka kadang mencederai pengunjung sehingga membuat wisatawan tidak nyaman,” ungkap Manajer Pengelola Objek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu, Wayan Wijana, saat dikonfirmasi Jumat (19/9).
Menurutnya, perlu adanya aturan yang menyentuh aspek teknis tata kelola satwa. Pihaknya sudah menyusun konsep penataan seperti penyediaan rumah-rumahan, kolam, serta area bermain khusus monyet. “Namun kami belum bisa melaksanakan karena terkendala pan dana (biaya – red),” jelasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Pengelola Objek Wisata Sangeh, Ida Bagus Gede Pujawan. Ia menilai pengaturan tata kelola satwa penting demi kenyamanan dan keselamatan wisatawan. Apalagi, hingga saat ini tiket masuk DTW belum mencakup asuransi. “Ketika wisatawan terkena gores atau cakar, kami bingung membiayainya. Akhirnya, pengelola harus menanggung sendiri,” tegasnya.
Pengelola berharap DPRD Badung melalui ranperda ini tidak hanya fokus pada aspek rabies, tetapi juga memperhatikan tata kelola satwa di kawasan wisata. Dengan begitu, keberadaan monyet tetap menjadi daya tarik tanpa menimbulkan risiko bagi wisatawan maupun citra pariwisata Badung.(Parwata/balipost)