
DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster berencana akan melakukan moratorium alih fungsi lahan untuk fasilitas komersil seperti akomodasi pariwisata. Kebijakan ini akan dimatangkan setelah penanganan pascabanjir yang melanda Bali, terutama Kota Denpasar, usai.
Terkait hal tersebut Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung IGN Rai Suryawijaya mengaku mendukung rencana tersebut. Pihaknya meminta pemerintah segera turun ke lapangan untuk mengkaji tata ruang mana yang boleh mana yang harus dipertahankan.
“Karena kalau kita bicara lahan produktif kan tidak hanya sawah, bukit juga produktif. Jadi sebelumnya harus turun ke lapangan untuk mengkaji tentang perubahan tata ruang tersebut agar tidak sampai kacau. Lalu merekomendasikan, saya rasa tidak semua area,” katanya saat diwawancarai, Senin (15/9).
Menurutnya ini bukan wacana baru, melainkan sudah sempat dibicarakan dulu oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Mekomarvest) Kabinet Indonesia Maju, Luhut Binsar Pandjaitan.
“Dulu itu diwacanakan karena macet, sekarang karena banjir yang dianggap titik-titik gundul saat ini harus dilakukan reboisasi dan mempertahan pohon-pohon untuk menahan air sehingga tidak langsung ke sungai airnya,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PHRI Bali ini.
Pihaknya mengaku sangat mendukung kebijakan ini. Terlebih kebijakan ini mendorong pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Namun pihaknya menekankan agar tidak semua wilayah masuk ke dalam pemetaan larangan alih fungsi lahan.
Demikian bagi bangunan yang sudah berjalan pihaknya meminta agar dibiarkan tetap berjalan dan memaksimalkan pendapatan pajak sehingga tidak menimbulkan keresahan.
Disinggung terkait perijinan melalui OSS yang disinyalir penyebab maraknya pembangunan dengan mudahnya perijinan, Suryawijaya mengatakan, pada dasarnya hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi pusat dengan daerah.
“Kalau OSS sebetulnya untuk memudahkan ngurus izin NIB, setelah NIB dapat selanjutnya memenuhi persyaratan izin di daerah. Karena ada kewenangan investasi paling rendah di kabupaten/kota, sedang provinsi dan tinggi ke pusat. Kenapa banyak terjadi pelanggaran? Karena kurangnya koordinasi dan kontrol dari pusat dan daerah,” terangnya.
OSS ini nanti akan bisa membantu mendapatkan informasi daerah mana yang bisa dibangun serta daerah mana yang dilarang. Namun kata dia, harus ada koordinasi yang baik antara daerah dengan pusat. (Widiastuti/bisnisbali)