
DENPASAR, BALIPOST.com – Alih fungsi lahan di Kota Denpasar terus terjadi setiap tahunnya yang membuat lahan sawah produktif kian berkurang. Dinas Pertanian Kota Denpasar mencatat, hingga tahun 2024 lalu sisa sawah produktif hanya 1.658 hektare atau terjadi penyusutan sekitar 299 hektare selama 4 tahun terakhir.
Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, Anak Agung Gde Bayu Brahmasta, Minggu (19/10), mengungkapkan, selama 4 tahun terakhir penyusutan lahan cukup signifikan. Penyusutan lahan produktif terjadi akibat alih fungsi lahan khususnya digunakan untuk pembangunan.
Berdasarkan data yang dimiliki, pada tahun 2020, jumlah lahan di Kota Denpasar masih seluas 1.957 hektare. Pada tahun 2021 terjadi penyusutan sekitar 43 hektare sehingga tersisa hanya 1.914 hektare. Di tahun 2022, lahan persawahan kembali berkurang 44 hektare dari tahun sebelumnya sehingga tersisa seluas 1.870 hektar.
Kemudian, paling parah penyusutan terjadi pada tahun 2023 yang lahan sawah berkurang hingga 191 hektare dalam setahun, hingga menyisakan hanya 1.680 hektare. Sementara, di tahun 2024 lahan sawah kembali berkurang 22 hektare. “Tahun 2024 ini hanya tersisa 1.658 hektar. Kami belum hitung untuk tahun 2025, kebanyakan sih itu untuk bangunan yang kami lihat,” jelasnya.
Kata dia, wilayah yang paling sedikit memiliki lahan persawahan produktif saat ini ada di Kecamatan Denpasar Barat. Di Denpasar Barat jumlah sawah hanya tersisa 137 hektar. Sementara, di Denpasar Selatan masih tersisa seluas 447 hektare, Denpasar Timur 548 hektare, dan Denpasar Utara seluas 526 hektare.
Menurutnya, sulitnya membendung alih fungsi lahan terjadi pada lahan milik pribadi. Padahal saat ini sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2021 tentang RTRW. “Perda Nomor 8 Tahun 2021 tentang RTRW sudah ada mengatur itu, tetapi masalahnya alih fungsi lahan tidak terbendung karena lahan yang tidak dilindungi. Salah satunya lahan milik pribadi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Bali AA Dharma Setiawan mengatakan, permintaan rumah komersial saat ini masih didominasi di Denpasar dan Badung. Di Denpasar sendiri, kata dia, lahan sudah sangat sulit dicari. Harga lahan di Denpasar pun diakuinya sudah melambung, yang sudah mencapai Rp600 juta hingga Rp1 miliar per are. (Widiastuti/bisnisbali)