Petani membajak lahan pertaniannya di kawasan Denpasar. Penyusutan lahan pertanian produktif akibat alih fungsi lahan di Denpasar sulit dibendung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali menginginkan sektor pertanian bisa menjadi tumpuan perekonomian selain pariwisata yang begitu rentan terhadap isu. Namun alokasi APBD terhadap sektor pertanian dinilai kecil hanya 1,5 persen hingga 2 persen.

Sementara tantangan alih fungsi lahan kian menjadi tantangan di sektor pertanian yang ke depan bisa saja mengancam keberlangsungan pariwisata Bali yang menekankan pada budaya. Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Pertanian, Dr. Ir. Ida Bagus Komang Mahardika., M.Si., saat diwawancarai, Senin (20/10).

Ia mengatakan, sektor pertanian di Bali terlebih saat ini tidak hanya bisa dibantu dari sisi produktivitasnya saja. Dalam artian hanya terbantu dari subsidi pupuk, tidak kena pajak dan lainnya yang berhubungan dengan produktivitas.

Baca juga:  Lahan Pertanian Makin Terhimpit

Namun lebih dari itu yang dibutuhkan petani agar bisa menjaga kelangsungan hidupnya dari profesi bertani. Seperti halnya kompensasi untuk mempertahankan lahan pertanian hingga penyerapan hasil panen yang sampai saat ini masih menjadi kendala di musim panen raya.

“Mendukung hal tersebut tidak cukup hanya dianggarkan 1,5 persen atau 2 persen dari APBD. Kalau kita hitung 2 persen dari APBD Bali Sekitar Rp6 triliun kan hanya Rp100 juta lebih. Itu tidak cukup untuk memberi kompensasi,” katanya.

Baca juga:  Pergub 99 Tahun 2018 Jadi Harapan Baru Kesejahteraan Petani Lokal

Produktivitas hasil pertanian di Bali terutama pertanian basah (padi), kata Dosen Universitas Warmadewa ini sangat bagus dengan rata-rata 7 hingga 8 ton per hektar. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata produktivitas daerah di Indonesia yang mencapai 5 ton per hektar.

Namun luasan lahan pertanian di Bali minim membuat pendapatan di sektor pertanian tidak akan mampu mencukupi kebutuhan masyarakat yang bertani. “Di Bali petani itu paling punya lahan 30 sampai 40 are, jarang yang bisa punya 1 hektar. Jadi jika mengandalkan pertanian tidak akan cukup,” terangnya.

Untuk itu, menurutnya petani membutuhkan kompensasi agar lahan produktif di Bali terjaga. Ini kata dia, bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Bali namun lebih dari itu adalah untuk menjaga budaya pertanian yang menjadi aset pariwisata.

Baca juga:  Hektaran Sawah Terendam Air Laut Akibat Gelombang Tinggi

Mahardika mengatakan budaya pertanian menjadi nilai jual pariwisata. Jika pertanian tergerus, maka pariwisata pun kata dia bisa terancam.

Di sisi lain, untuk menekan alih fungsi lahan yang terjadi cukup masif akibat berkembangnya pariwisata, Ida Bagus Mahardika mengatakan, peraturan terkait tata ruang harus lebih ditegakan. Jangan sampai lahan produktif terus tergerus dengan pembangunan. (Widiastuti/bisnisbali)

BAGIKAN