Presiden BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra saat menyerahkan Surat Terbuka BEM Unud kepada Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, di Ruang Bapemperda Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (8/9). (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Udayana (BEM Unud) menyalurkan aspirasi masyarakat Bali melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung di ruangan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (8/9).

RDP di DPRD Provinsi Bali terkait Polemik Krisis Pengelolaan Sampah di Bali, pascapenutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung dan polemik kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Provinsi Bali.

Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Bali, Dewa Made Mahayadnya, beserta jajaran, serta Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Bali, I Made Rentin, beserta jajaran.

Ada 2 isu krusial yang kini tengah dihadapi Bali yang disampaikan pada momentum penting ini. Yakni, pengelolaan sampah pascapenutupan TPA Suwung dan polemik kenaikan tunjangan DPRD.

Presiden BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra mengatakan, penutupan TPA Suwung sebagai tempat pemrosesan akhir terbesar di Bali telah menimbulkan permasalahan dan polemik yang serius. Minimnya alternatif solusi dan infrastruktur pengelolaan sampah menyebabkan munculnya potensi krisis lingkungan yang berimbas langsung pada masyarakat.

Oleh karena itu, BEM Unud menilai penanganan ini belum disertai dengan perencanaan sistematis dan terukur, sehingga menimbulkan kebingungan masyarakat di tingkat kabupaten/kota dalam mengelola sampah domestiknya. Hal ini sekaligus memperlihatkan lemahnya tata kelola persampahan dan kurangnya edukasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah berbasis sumber.

Baca juga:  Diapresiasi Ketua KPK RI, Gubernur Koster Torehkan Sejarah Nasional Raih Peringkat I Kategori MCP Beruntun

Di sisi lain, aspirasi juga menyoroti polemik kenaikan tunjangan DPRD Bali yang belakangan menjadi sorotan publik, khususnya masyarakat Bali. Arma mengatakan, dengan adanya rencana kenaikan tunjangan perumahan bagi anggota DPRD hingga puluhan juta rupiah setiap bulan, masyarakat mempertanyakan sensitivitas wakil rakyat terhadap kondisi dan kebutuhan nyata warga Bali.

Menurutnya, kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang agar tidak menimbulkan kesan bahwa kepentingan pejabat lebih diutamakan daripada kesejahteraan rakyat.

BEM Unud dalam kesempatan ini menegaskan bahwa isu pengelolaan sampah dan kenaikan tunjangan DPRD memiliki benang merah dalam hal prioritas kebijakan publik. Melalui RDP ini, BEM Unud menyerukan beberapa hal penting.

Pertama, DPRD Bali dan Dinas Lingkungan Hidup harus segera menyusun kebijakan pengelolaan sampah yang realistis dan terukur, berkelanjutan, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Kedua, meminta DPRD Bali untuk meninjau ulang rencana kenaikan tunjangan sesuai kondisi fiskal ekonomi daerah Bali, agar tidak semakin memperlebar jarak antara wakil rakyat dan masyarakat.

Ketiga, seluruh proses kebijakan harus mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Penyaluran aspirasi ini menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa hadir sebagai pengawal moral sekaligus kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan daerah.

Baca juga:  Empat Partai Peraih Kursi Terbanyak Ajukan Usulan Nama Pimpinan DPRD Bali

“Kami BEM Unud menegaskan komitmen untuk terus bersuara lantang demi memastikan bahwa DPRD dan pemerintah daerah tidak abai terhadap masalah mendasar yang dihadapi rakyat Bali,” tegas Arma.

Pada kesempatan ini, BEM Unud juga menyampaikan Surat Terbuka kepada Ketua DPRD Bali terkait polemik kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Provinsi Bali. Surat Terbuka tersebut pun disetujui oleh Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya.

Berikut isi pesan moral BEM Unud dalam Surat Terbuka tersebut. Pertama, tunda kenaikan tunjangan hingga pada kondisi fiskal dan sosial yang benar-benar memungkinkan. Kebijakan ini akan lebih dihargai publik ketimbang memaksakan keputusan yang memicu polemik

Kedua, prioritaskan rakyat kecil dengan memastikan anggaran berpihak pada kelompok paling rentan: masyarakat miskin, petani, nelayan, pekerja informal, dan sektor UMKM.

Ketiga, wujudkan transparansi dan partisipasi publik dalam setiap kebijakan terkait tunjangan, fasilitas, maupun perjalanan dinas.

Keempat, kembalikan wibawa lembaga legislatif dengan keteladanan, karena wibawa seorang pemimpin tidak ditentukan oleh fasilitas yang melekat, melainkan oleh integritas, dan keberanian berpihak pada rakyat.

“Kami percaya bahwa dengan kebijakan yang transparan dan berkeadilan, serta pengelolaan anggaran yang berorientasi pada kesejahteraan dan keberlanjutan, kenaikan tunjangan perlu ditinjau ulang agar benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat. Semua itu harus dimulai dengan komitmen untuk mengedepankan akuntabilitas dan memastikan setiap keputusan sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat,” tegas Arma.

Baca juga:  Sikapi Polemik MDA, Forum Komunikasi Bhinneka Hindu Bali Sampaikan 10 Petisi ke DPRD Bali

Untuk diketahui, Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Gubernur Nomor 50 Tahun 2017 mengenai Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan serta Anggota DPRD Provinsi Bali, pada Pasal 10 Peraturan Gubernur tersebut ditegaskan bahwa tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan setiap bulan. Ketua DPRD sebesar Rp54 juta termasuk pajak, Wakil Ketua DPRD sebesar Rp45,5 juta termasuk

pajak, Anggota DPRD sebesar Rp37,5 juta termasuk pajak, dan tunjangan transportasi Anggota DPRD diberikan setiap bulan yaitu sebesar Rp24 juta termasuk pajak (termasuk sewa mobil, bahan bakar mobil, dan sopir).

“Jumlah ini tentu tidak kecil, terlebih jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan masyarakat Bali yang sebagian besar bekerja di sektor pariwisata, pertanian, atau usaha mikro yang masih berjuang bangkit terhadap keadaan ekonomi. Kenaikan tunjangan legislatif terasa kontras ketika dihadapkan pada kenyataan sosial masyarakat. Rakyat masih dihadapkan pada persoalan mendasar, seperti biaya pendidikan yang tinggi, layanan kesehatan yang belum merata, serta permasalahan lingkungan dan infrastruktur yang mendesak perhatian,” pungkasnya. (Winata/balipost)

BAGIKAN