
SEMARAPURA, BALIPOST.com – Seluruh rangkaian Upacara “Ngenteg Linggih, Mamungkah, Mapadudusan Agung, Menawa Ratna, dan Tawur Balik Sumpah” di Pura Desa dan Puseh Desa Adat Karangsari, Nusa Penida telah digelar.
Upacara yang digelar selama seminggu ini, diakhiri dengan prosesi upacara nyenuk, makebat don, nuek bagia pule kerti, rsi bhojana, nunas tirta pengenduh, dan penyineban, pada Sabtu (23/8).
Upacara ini dipuput oleh Ida Rsi Bhagawan Darma Sadu Siddhi, serta melibatkan seluruh pemangku Desa Adat Karangsari. Seluruh rangkaian upacara dipandu oleh Jro Mangku Gede I Nyoman Dunia.
Upacara diawali dengan prosesi Mepeed oleh seluruh krama istri pengempon pura yang jumlahnya 260 KK. Para krama istri berjalan beriringan dalam 3 baris lurus sembari menjunjung gebogan yang berisi buah dan aneka jajan tradisional Bali yang dihiasi janur di atasnya.
Mereka terlihat anggun dan senada dengan busana kebaya putih yang dibalut dengan kamben dan selendang berwarna kuning. Mepeed ini kembali dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pada upacara Melasti, Senin 18 Agustus 2025.
Namun, kali ini para krama istri berjalan kaki dari Pura Dalem Lempuyang Desa Adat Karangsari menuju Pura Desa dan Puseh tempat karya digelar. Jaraknya hampir 500 meter.
Warna gebogan yang dibawa pun sama, yaitu warna merah putih yang dihiasi rangkaian jenis bunga. Alasnya pun seragam menggunakan dulang berwarna perak.
Beberapa tarian wali juga mengiringi upacara suci ini. Seperti, Tari Rejang Dewa, Tari Sri Sedana, dan Tari Topeng.
Bendesa Adat Karangsari, I Wayan Wiranata menjelaskan terkait makna upacara yang dilakukan. Upacara nyenuk merupakan simbolisasi ucapan terima kasih dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kelancaran upacara yadnya.
Sekaligus tanda kedatangan para dewa untuk memberikan anugerah dan berkah kepada krama yang telah melaksanakan persembahan yadnya di Pura Desa dan Puseh Desa Adat Karangsari. Bentuk upacaranya dengan memberikan hasil bumi dan buah-buahan sebagai wujud syukur.
Sementara itu, upacara mekebat bermakna membuka atau memperluas tujuan dalam upacara yang sedang dilakukan. Upacara ini bertujuan untuk menyampaikan undangan kepada dewata-dewati agar upacara dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Wiranata menjelaskan upacara nuek bagia pule kerti merupakan prosesi mengakhiri upacara karya ngenteg linggih dengan menusuk atau nuek banten atau persembahan yang melambangkan akumulasi kebaikan, sebagai syukur atas karya dan pencapaian yang telah terlaksana, serta harapan agar berkah kebaikan tersebut tumbuh dan memberikan manfaat yang lebih baik di masa depan. Tujuan utamanya menghaturkan terima kasih kepada Sang Pencipta atas anugerah dan pencapaian yang telah diberikan melalui karya tersebut.
Upacara Rsi Bhojana bermakna sebagai wujud syukur dan penghormatan kepada para sulinggih atas jasa-jasa mereka memberikan tuntunan dan bimbingan spiritual kepada krama selama karya ngenteg linggih digelar di Pura Desa dan Puseh Desa Adat Karangsari.
Sedangkan upacara nunas tirta pengenduh adalah upacara memohon tirta atau air suci untuk keperluan ritual atau spiritual. Tirta pengenduh digunakan untuk membersihkan dan menyucikan seluruh krama secara spiritual.
Seluruh rangkaian upacara ditutup dengan upacara penyineban. Maknanya untuk memohon maaf atas segala kekurangan selama upacara, serta memohon berkah dan kesejahteraan bagi semua makhluk agar hidup harmonis dan bahagia. Upacara ini juga merupakan wujud rasa syukur atas pelaksanaan yadnya yang telah selesai dan permohonan perlindungan serta keberkahan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Setelah penyineban, krama Desa Adat Karangsari melakukan upacara nyegara – gunung lan majar-ajar di Pura Sad Kahyangan Batumedawu dan Pura Tunjuk Pusuh di Nusa Penida pada Minggu, 24 Agustus 2025. (Ketut Winata/balipost)