
SEMARAPURA, BALIPOST.com – Cuaca buruk belakangan memicu kekhawatiran, terkait dampak bencana yang berpotensi terjadi. Setiap desa memerlukan rujukan langkah mitigasi yang tepat, untuk mencegah adanya korban ketika bencana itu datang. Terkait dengan penataan resiko bencana yang lebih detail per desa, Tahun 2025, Pemkab Klungkung telah memproses penyusunan Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Klungkung.
Kepala Pelaksana BPBD Klungkung Putu Widiada, Senin (11/8), mengatakan, KRB ini sedang dalam tahap penyusunan, melibatkan Undiksha. Didalamnya memuat kajian ancaman, kerentanan dan risiko bencana seluruh desa dan kelurahan di wilayah Kabupaten Klungkung. Penyusunannya menggunakan APBD Induk Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 100 juta. Penyusunan KRB ini juga bekerja sama dengan Siap Siaga. Sehingga, nantinya pemerintah daerah menelorkan sebuah perda.
“Dari KRB ini kan kita akan melihat di desa ini apa potensi bencananya. Peta resikonya akan lebih dapat dilihat per desa. Proses penyusunan KRB sedang berjalan bekerjasama dengan Undiksha,” kata Widiada.
Dokumen KRB ini selanjutnya akan menjadi referensi untuk masing-masing desa dan kelurahan untuk menyusun KRB yang lebih detail per desa dengan menggunakan Dana APBDes. Hal ini tidak hanya sekadar mempermudah mitigasi bencana, tetapi juga gambaran antisipasi pembangunan. Jika suatu wilayah ada pembangunan, sudah ada gambaran bahwa disana apakah rawan bencana atau tidak. “KRB ini bukan hanya untuk BPBD, tetapi untuk kepentingan yang lebih besar dari Pemda Klungkung,” tegas Widiada.
Sebelumnya, Anggota DPRD Klungkung dari Fraksi PDI Perjuangan Ni Wayan Sukarmi, memaparkan perlunya penataan resiko bencana yang lebih detail per desa. Selain itu, juga perlunya dokumen anggaran yang lebih besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, maupun integrasi kebijakan penanggulangan bencana ke dalam RPJMDes dan RPJMD. PDI Perjuangan mendorong agar hal ini dapat diakomodir dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2025
Fraksi PDI Perjuangan juga mengapresiasi atas terbentuknya dan difungsikannya 10 Desa Tangguh Bencana (Destana). Terutama di wilayah rawan longsor dan banjir. Sehingga desa ini menjadi ujung tombak kesiapsiagaan berbasis komunitas. (bagiarta/balipost)