Terdakwa kasus pabrik narkoba saat berada di PN Denpasar untuk menjalani sidang tuntutan, Kamis (24/7). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Empat orang pria yang diadili atas kasus pabrik narkoba, Kamis (24/7) kaget dan menangis manakala JPU dari Kejaksaan Agung RI yang menuntut para terdakwa dengan hukuman seumur hidup.

Mereka yang didudukan di kursi pesakitan dan terlihat syok adalah terdakwa Denny Akbar Hidayat (24) asal Bekasi, Nurhadi Septiadi (40) asal Jakarta Barat, Muhammad Rizki Fadilah (24) asal Jakarta Barat dan Rendy Raharja (24) juga asal Jakarta Barat. Mereka sebelumnya ditangkap atas kasus pabrik narkoba di Jimbaran, Badung, yang digerebek oleh petugas Mabes Polri.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI, Fardhiyan Affandi dkk, menyatakan para terdakwa disebut bagian dari jaringan pabrik narkoba rumahan yang memproduksi dan mengemas sendiri berbagai jenis narkotika dalam jumlah yang banyak. Yakni, hampir 50 kilogram ganja dan hashis, 10 liter hashis cair, serta lebih dari 12 ribu butir tablet psikotropika.

Baca juga:  Pemprov Tambah Tempat Karantina, Lokasi Ini Dipilih

JPU menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana narkotika sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pertama subsidiari Pasal 113 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan kedua Primair Pasal 60 Ayat (1) huruf a, hurub dan huruf c UU RI Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan penuntut umum.

Oleh karenanya, JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Eni Martiningrum dengan anggota Ni Kadek Kusuma Wardani dan I Wayan Suarta, kemudian menuntut terdakwa dihukum seumur hidup.

Diuraikan dalam surat dakwaan JPU, bahwa  perkara ini bermula pada awal November 2024. Awalnya Denny, Nurhadi, dan Rizki ditawarkan sebuah pekerjaan di sebuah kafe di Jakarta oleh seseorang bernama Faisal alias Ical yang kini berstatus buron (DPO). Namun, sebelum mulai bekerja di café mereka diminta untuk menjalani pelatihan terlebih dahulu selama satu Minggu di Bali dengan iming-imingan uang makan Rp 1 juta per hari.

Baca juga:  Kasus Melandai, Uji Spesimen Sehari Hanya Sampai 10 Sampel

Karena sepakat menerima, pada 6 November 2024, Denny, Nurhadi, dan Rizki berangkat ke Bali. Saat pelatihan mereka diminta mengikuti perintah Dom (DPO). “Selama menunggu perintah lebih lanjut, mereka beberapa kali pindah penginapan atas perintah Dom hingga akhirnya menetap vila, Jalan Raya Uluwatu, Jimbaran, pada 10 November 2024,” terang JPU.

Di villa itu, mereka menerima beberapa paket besar dari jasa pengiriman. Paket-paket tersebut berisi bahan baku narkotika Golongan I. Dom lalu mengarahkan mereka untuk mengolah paket tersebut menjadi barang siap edar. Proses produksi dilakukan di bawah arahan Dom dan rekannya Koh Awe (DPO) melalui video call WhatsApp grup Balihai.

Baca juga:  Gedong Pengaruman di Pura Penataran Sasih Terbakar

Namun aksi mereka tidak bertahan lama karena dibongkar Mabes Polri. Terbongkarnya parbrik narkotika rumahan itu bermula dari pengawasan terhadap kiriman paket yang mencurigakan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama Subdit IV Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mulai mencium kejanggalan sejak 24 Oktober 2024. Saat itu, ditemukan adanya pengiriman alat pencetak tablet serta serbuk berwarna kuning dari Tiongkok ke Bali melalui ekspedisi. Alamat pengiriman semula ditujukan ke daerah Pemogan, Denpasar Selatan, namun setelah dilakukan pengecekan, lokasi tersebut tidak dapat ditemukan.

Pada 18 November 2024 pukul 16.00 WITA, tim gabungan melakukan penggerebekan dan berhasil mengamankan sejumlah barang bukti. (Miasa/balipost)

BAGIKAN