
DENPASAR, BALIPOST.com – Nasib sama dialami Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Klungkung, I Wayan Siarsana. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Senin (21/7), menolak eksepsi terdakwa untuk seluruhnya.
Majelis hakim dalam putusan sela menilai bahwa eksepsi pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya telah masuk materi pokok perkara dan menyatakan bahwa surat dakwaan dari tim penuntut umum dari Kejari Klungkung, yakni Putu Iskadi Kekeran, I Made Dama, Made Adika, Agung Hilmawan dkk., sudah cermat, lengkap dan jelas sesuai UU yang berlaku.
Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Denpasar meminta JPU segera membuktikan dakwaan oknum kepala sekolah tersebut. Karena JPU tak membawa saksi, maka sidang ditunda hingga pekan depan.
“Sidang dilanjutkan pada Kamis 31 Juli 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi,” ucap Iskadi Kekeran, usai sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Sebagaimana diberitakan, terseretnya oknum guru ini tentu sangat disayangkan banyak pihak, karena disaat pemerintah sedang gencar mengelola sistem pendidikan yang akuntabel, sang oknum kepala sekolah malah masuk bui gara-gara dugaan tak transparan dalam mengelola dana komite yang bersumber dari dana orangtua siswa. Kondisi ini juga mesti dijadikan pelajaran oleh pihak sekolah, supaya tidak sembarangan mengelola dana komite. Apalagi saat ini menuju ajaran baru.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, tergambar bahwa Kepala Sekolah Wayan Siarsana begitu leluasa menggunakan dana komite serta menunjuk anggota komite yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Di dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, disebut “Anggota Komite Sekolah tidak dapat berasal dari unsur salah satunya pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan. Di asal 6 ayat (1) “Anggota Komite Sekolah dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orangtua/wali siswa.
Terdakwa selaku Kasek SMKN 1 Klungkung tanpa melalui mekanisme rapat komite sekolah, salah satunya menunjuk Ni Putu Cahyanti (pegawai kontrak staf administrasi SMK Negeri 1 Klungkung) menjadi pembantu bendahara sekolah untuk mengurus dana komite.
Selain itu, terdakwa juga meminta I Putu Abdi Pratama (pegawai kontrak) untuk membuat rekening dengan tujuan menampung beasiswa PIP (Program Indonesia Pintar) yang telah dicairkan secara kolektif. Padahal, Putu Abdi disebut sudah beberapa kali menolak perintah sang Kepala Sekolah untuk mengelola soal keuangan. Akhirnya saksi hanya mau menarikkan saja. Ujungnya, apa yang dilakukan pihak kepala sekolah menjadi temuan.
Dalam dakwaan JPU Kekeran dkk., Kasek SMK Negeri 1 Klungkung, I Wayan Siarsana, kemudian diadili kasus dugaan korupsi penyimpangan pengelolaan dana komite dan dan PIP pada SMK Negeri 1 Klungkung Tahun 2020-2022 di Pengadilan Tipikor Denpasar. Kerugian mencapai Rp 1,1 miliar.
JPU menyampaikan bahwa kasus ini berawal dari penyusunan anggota komite yang ditentukan sendiri oleh terdakwa Wayan Siarsana dengan menunjuk pegawai kontrak menjadi anggota komite sekolah meliputi sekretaris dan bendahara.
Kemudian dalam penentuan jumlah komite SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) yang harus dibayar oleh siswa berpatokan pada pungutan tahun ajaran sebelumnya. Sehingga kegiatan akan disusun belakangan untuk menyesuaikan jumlah komite yang akan diterima.
Lalu, rencana kegiatan anggaran sekolah (RKAS) yang bersumber dari dana komite disusun oleh terdakwa Siarsana melalui perubahan RKAS tanpa melalui rapat komite. Selain dana komite yang bersumber dari orangtua siswa, terdapat sumber dana lainnya dari beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya diterima langsung kepada siswa pemegang Kartu Indonesia Pintar. Namun terdakwa Siarsana mencairkan dana PIP dengan cara meminta siswa-siswi menandatangani surat kuasa secara kolektif untuk mencairkan dana PIP kemudian setelah dana PIP cair dijadikan untuk pembayaran SPP siswa -siswi (dana komite) tanpa melalui rapat komite dengan dibuatkan rekening penampung yang dikelola oleh terdakwa Siarsana.
Mirisnya, kata JPU, penggunaan dana PIP tersebut tidak dapat di pertanggungjawabkan. Siarsana selalu Kepala Sekolah tidak pernah mengadakan rapat komite untuk membahas tentang pertanggungjawaban penggunaan dana komite yang telah terdakwa kelola sendiri dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022.
Siarsana menyusun sendiri RAB pada beberapa kegiatan fisik tahun 2020 sampai dengan tahun 2022 yang bersumber dari dana komite. Terdakwa menunjuk sendiri pihak penyedia untuk melakukan pekerjaan fisik, kemudian dalam pelaksanaan pekerjaan fisik tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Siarsana merenovasi ruangan kepala sekolah yang diduga menggunakan dana sisa bantuan dari pusat untuk peralatan praktek siswa kurang lebih sebesar Rp.50.000.000,-, dan terdakwa juga membangun pos jaga yang berada di luar wilayah SMKN 1 Klungkung yang menggunakan dana komite dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kata JPU, atas arahan Pemprov Bali untuk menjadikan seluruh rekening menjadi satu rekening giro. Dengan demikian dilakukannya penunutupan rekening, sisa dana PIP sebesar Rp. 116.170.000 pada rekening penampung PIP ditrasfer ke rekening dana komite sehingga dana komite menjadi sebesar Rp. 130.965.000.
Juli 2021 terdakwa Siarsana meminta dana tersebut kepada bendahara komite dengan alasan untuk membayar gaji honor guru dan tenaga kependidikan namun faktanya gaji/honor guru dan tenaga kependidikan menggunakan dana BOS dan telah dibayarkan oleh bendahara BOS, Ida Ayu Nyoman Tri Widani.
“Hingga saat ini dana komite Rp. 130.965.000 yang dikuasai oleh terdakwa tidak ada laporan pertanggungjawaban oleh Kepala Sekolah,” ucap JPU dari Kejari Klungkung.
Akhir tahun ajaran 2021 – 2022, terdapat sisa dana komite sebesar Rp. 349.797.616 di rekening giro SMK N 1 Klungkung. Terdakwa selalu Kepala Sekolah memerintahkan pembantu bendahara komite membuat rekening Bank BPD atas nama pribadi untuk menampung sisa dana komite sebesar Rp. 349.797.616 dengan alasan untuk mempermudah pengelolaan dana komite.
Dana itu dibayarkan kepada tukang namun tidak ada laporan pertanggungjawaban. Sisanya Rp.51.000.000. Terdakwa Siarsana juga disebut pernah menahan ijazah siswa sejumlah 293 siswa yang tidak membayar uang komite. Hal ini sangat bertentangan dengan peraturan Permendikbud No. 75 Tahun 2016.
Kata JPU, dari serangkaian perbuatan yang dilakukan terdakwa, menimbulkan kerugian sebesar Rp.1.174.149.923,81 sebagaimana Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara. (Miasa/Balipost)