
DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah kehidupan masyarakat Bali yang sarat makna spiritual, banyak tradisi diwariskan turun-temurun sebagai bagian dari keseharian dan keagamaan.
Salah satunya adalah tradisi mesaagan, sebuah kebiasaan makan bersama usai upacara yang hingga kini masih lestari di Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Jembrana.
Tak sekadar menyantap hidangan, mesaagan menjadi momen untuk bersyukur, menghormati leluhur, sekaligus mempererat hubungan sosial di tengah masyarakat.
Berikut lima hal menarik yang perlu diketahui tentang tradisi ini:
1. Apa Itu Mesaagan?
Mesaagan adalah tradisi makan bersama yang dilakukan masyarakat Bali setelah pelaksanaan upacara keagamaan Hindu. Di Pulukan, tradisi ini tetap hidup sebagai bagian penting dari rangkaian ritual dan kebersamaan warga banjar.
2. Dilakukan Usai Upacara Penting
Mesaagan biasanya digelar setelah berbagai jenis upacara seperti ngaben (pemakaman), odalan (pesta di pura), hingga lungsuran banten. Masyarakat akan berkumpul, duduk bersama, dan menyantap makanan yang sebelumnya telah dipersembahkan secara ritual.
3. Fungsi Mesaagan
Menghormati Leluhur: Makan bersama diyakini sebagai bentuk penghormatan terhadap roh leluhur yang hadir saat upacara.
Mempererat Sosial: Suasana kekeluargaan tercipta dalam proses makan bersama, memperkuat solidaritas antarwarga.
Wujud Syukur: Sebagai ungkapan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi atas berkah dan keselamatan.
4. Menjaga Tradisi Leluhur
Di tengah modernitas, masyarakat Pulukan tetap mempertahankan tradisi mesaagan. Anak-anak muda diajak serta dalam kegiatan ini agar turut merasakan makna kolektif dan spiritual dari warisan budaya tersebut.
5. Contoh Pelaksanaan Mesaagan
Mesaagan Lungsuran Banten: Makan bersama dengan makanan dari banten yang telah didoakan.
Mesaagan Usai Ngaben atau Odalan: Dilakukan sebagai bagian penutup dari ritual besar, sekaligus penyambung kebersamaan antarwarga. (Pande Paron/balipost)