Salah satu bangunan di lokasi proyek Bumi Perkemahan di Bukit Tengah Desa Pesinggahan yang dekat dengan Pura Goa Lawah. (BP/Istimewa)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Aktivitas pembangunan proyek perkemahan atau glamping di Bukit Tengah Desa Pesinggahan yang posisinya di dekat Pura Goa Lawah, Klungkung, dipastikan belum mengantongi izin.

Dari identitas pelaku usaha di tempat itu, setelah dicek pada OSS (Online Single Submission) oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Klungkung, bidang usaha dari pelaku usaha atas nama N. Fian Varian Jaya S, tidak ada terdata di Kabupaten Klungkung.

Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Klungkung I Gede Sudiarkajaya, saat dihubungi Rabu (11/6), mengatakan, pihaknya juga ikut mengecek perizinan dari usaha Bumi Perkemahan ini, setelah ramai dibicarakan netizen. Aktivitas proyek Bumi Perkemahan ini sedang dalam sorotan publik, lantaran dianggap dibangun dekat atau di atas Pura Goa Lawah.

Baca juga:  Dianggap Pengembangan Potensi Wilayah, Desa Adat dan Dinas Dukung Pembangunan Perkemahan

Dia pun turut mengecek secara langsung identitas pelaku usaha Bumi Perkemahan itu pada OSS atau Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

Hasilnya, pelaku usaha atas nama N. Fian Varian Jaya S, pada bagian lampiran Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dengan Nomor Induk Berusaha 2602220006669, bidang usahanya ternyata tidak ada terdata di Kabupaten Klungkung. Lokasi usahanya hanya tercatat di Jalan Raya Canggu 303 di Desa/Kelurahan Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung.

“Semestinya jangan membangun dulu di sana. Kalau nanti tidak cocok antara pembangunan dan peruntukan tata ruang, ke depan akan semakin tambah susah bagi pelaku usaha. Sebab, ketika NIB (Nomor Induk Berusaha) sudah cocok, tetapi lokasi tidak cocok, maka usaha itu harus relokasi, agar sesuai dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) NIB,” terang Sudiarkajaya.

Baca juga:  Jembatan Kaca Blangsinga Diduga Belum Kantongi Izin Operasional

Dia menambahkan, setiap menjalankan suatu usaha, pertama pihak investor harusnya menginput di OSS. Tujuannya untuk mencocokan jenis usahanya, dengan KBLI, semacam kode usaha, sesuai dengan sistem pada OSS. Kalau hal ini sudah sesuai, baru terbit NIB. Selanjutnya, pelaku usaha menginput pada PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), untuk kesesuaian tata ruangnya. Sehingga pada lokasi pembangunan, bisa dikunci titik koordinatnya.

Titik koordinat itu, nantinya dimasukkan ke dalam sistem SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung). Maka, nanti akan muncul titik koordinat di lokasi itu peruntukannya untuk apa pada sistem.

“Kalau tidak cocok nanti muncul di sistem, berarti tata ruangnya tidak cocok. Contohnya, kalau seseorang ingin bangun hotel di Nusa Penida, dia harus kunci titik koordinatnya. Misalnya di Desa Bunga Mekar, setelah dikunci titik koordinatnya, maka akan muncul peruntukan kawasan pariwisata untuk bikin hotel, sehingga aman karena sudah sesuai, terutama terkait RTRW” katanya.

Baca juga:  Dari Rombongan Bule Tak Mau Bayar Tiket Masuk Pura Lempuyang hingga Lapak Pedagang di Areal Pura Agung Besakih Dibongkar

Terkait dengan proyek Bumi Perkemahan ini, Sudiarkajaya kembali menegaskan semua proses perizinan dilakukan by system. Bisa atau tidak, disana diputuskan. Makanya, pelaporan titik koordinat itu harus dilakukan dengan jujur, jangan sampai titik koordinat malah dipindahkan. Jika itu dilakukan, pada PKKPR memang tidak bermasalah, tetapi pada saat membangun, pada PBG tidak mungkin harus ikut memindahkan tidak koordinat. Jadi, harus riil pada titik lokasi yang akan dibangun. (Bagiarta/Balipost)

 

BAGIKAN