
MAKASAR, BALIPOST.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materiil terkait penerapan pendidikan gratis seluruh sekolah baik swasta maupun negeri untuk tingkat SD dan SMP secara gratis untuk segera direalisasikan pemerintah. Dukungan itu disampaikan Lembaga Amnesty Internasional Indonesia.
“Putusan ini tidak hanya sejalan dengan perintah konstitusi, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap kewajiban internasional, seperti Konvensi Hak Anak, yang telah diratifikasi Indonesia,” kata Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena melalui siaran persnya yang diterima, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (30/5).
Menurut dia, dalam konvensi tersebut, negara peserta diwajibkan untuk memenuhi hak-hak dasar anak, termasuk pendidikan dasar secara gratis yang inklusif, berkualitas, dan dapat diakses oleh semua anak.
Selain itu, pendidikan berkualitas dan inklusif, kata dia, memberikan kesempatan kepada warga negara untuk belajar, menemukan potensi, dan berkontribusi. Putusan MK ini, merupakan tonggak penting dalam kemajuan hak asasi manusia di Indonesia, utamanya pada sektor pendidikan
Begitu pula pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), lanjut dia, telah diratifikasi Indonesia. Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan dan menetapkan kewajiban bagi negara-negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak tersebut.
Amnesty International juga sejak lama mendukung prinsip bahwa pendidikan gratis dan berkualitas adalah hak asasi manusia yang fundamental. Pendidikan merupakan salah satu instrumen utama dalam memberdayakan individu atau perorangan.
Terutama mereka yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial, agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan dan berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia, ketimpangan sosial masih tinggi, pendidikan mesti dapat diakses oleh semua kalangan yang kini menjadi kebutuhan mendesak.
“Putusan MK ini harus menjadi pemicu bagi pemerintah untuk segera mereformasi kebijakan dan penganggaran di sektor Pendidikan,” katanya.
Oleh karena itu, negara tidak bisa abai terhadap kewajiban konstitusionalnya untuk menjamin hak warga negara atas pengajaran. Implementasi putusan ini harus disertai dengan penguatan sistem pendidikan yang adil, inklusif, dan terjangkau.
“Kami juga menekankan pentingnya pendidikan HAM, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pendidikan HAM merupakan salah satu hal esensial untuk menumbuhkan budaya penghormatan terhadap hak-hak dasar dan memberdayakan setiap warga agar mampu memperjuangkan haknya secara aktif,” ujarnya.
Hanya dengan pendekatan holistik semacam ini, kata Wirya, Indonesia dapat membangun masyarakat yang berkeadilan, di mana setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, belajar, dan berkarya.
Sebelumnya, MK pada Selasa 27 Mei 2025 mengabulkan untuk sebagian permohonan uji materiil pasal 34 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) khususnya terkait frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’
Dalam Amar Putusan nomor 3/PUU-XXII/2024, Mahkamah menegaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik satuan pendidikan dasar diselenggarakan pemerintah maupun satuan pendidikan dasar diselenggarakan masyarakat.
Permohonan uji materiil dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika diketahui ibu rumah tangga, dan Riris Risma Anjiningrum bekerja sebagai ASN. (Kmb/Balipost)