
DENPASAR, BALIPOST.com – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan agar pemerintah menggratiskan jenjang pendidikan SD dan SMP negeri dan swasta. Legislator pun menilai kebijakan ini akan menjadi beban bagi pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota yang bertanggung jawab untuk jenjang SD dan SMP.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Parta, menyambut positif putusan MK yang memerintahkan agar pendidikan dasar, dari SD hingga SMP, di sekolah swasta maupun negeri digratiskan. Nyoman menyebut putusan tersebut sebagai langkah progresif yang telah lama dinantikan masyarakat.
Menurutnya, keputusan MK sejalan dengan tujuan utama kemerdekaan Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan wajib sekolah 9 tahun.
“Ya bagus lah itu. Itu putusan yang progresif sekali. Dan itu harapan semua orang dari dulu,” kata Nyoman dalam keterangannya, Rabu (28/5).
Namun demikian, Nyoman mengingatkan bahwa implementasi di lapangan tidaklah sesederhana putusan itu. Terutama karena adanya ragam kategori sekolah swasta.
“Cuman turunannya agak problematik sedikit yah. Kan ada SD swasta mandiri, ada SD swasta tidak mandiri. Ada SMP swasta tidak mandiri, ada SMP swasta mandiri,” ujarnya.
Sekolah swasta yang tidak mandiri adalah ketergantungan pembiayaannya memang pada pemerintah dan pihak eksternal. Parta menjelaskan bahwa sekolah tersebut biasanya tumbuh dari kebutuhan masyarakat di daerah terpencil, yang tidak memiliki cukup sekolah negeri.
“Nah yang begini menurut saya tidak masalah, memang harus digratiskan itu,” ungkap legislator daerah pemilihan (Dapil) Bali ini.
Sebaliknya, sekolah swasta mandiri yang sebagian besar yang bersekolah siswa dari keluarga mampu dan tidak bergantung pada dana pemerintah. “Sekolah swasta itu tidak mengambil uang dari BOS, kan. Ya artinya mereka tidak terlalu fokus dengan biaya dana BOS. Nah, tetapi mendapatkan uang dari kontribusi orangtua murid. Nah ini bagaimana mengurusnya, mengaturnya,” ucap Nyoman.
Nyoman menambahkan, saat ini DPR melalui Panitia Kerja (Panja) RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) tengah membahas skema yang relevan untuk mengakomodasi berbagai jenis sekolah tersebut.
Dia berharap aturan turunan dari putusan MK nanti bisa membedakan antara sekolah yang harus digratiskan sepenuhnya dan sekolah yang masih bisa menerima kontribusi dari masyarakat.
“Kebetulan sekali di DPR sedang bekerja Panja Sidiknas. Itu akan mencoba memasukkan ini agar jelas, mana yang masuk kategori gratis, dan mana yang menjadi kontribusi dari masyarakat,” imbuh Nyoman.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali I Nyoman Suwirta mengungkapkan selama ini pendidikan di jenjang SD dan SMP negeri sudah gratis, kecuali bayar uang pakaian. Yang menjadi permasalahan adalah sekolah swasta yang selama ini bergantung pada biaya SPP dari orang tua siswa.
Dengan putusan MK ini, secara otomatis pemda kabupaten/kota yang ada SD dan SMP swasta harus membiayainya. Sehingga, beban keuangan daerah akan bertambah.
“Tidak semua kabupaten di Bali punya SD dan SMP swasta, nah yang ada swastanya tentu ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten maupun kota untuk mensubsidi lewat dana BOS nanti. Ini kembali tergantung kemampuan pemerintah daerah dan kewenangan ini ada di pemerintah kabupaten/kota,” tandas Suwirta, Rabu (28/5).
Atas kondisi ini, pihaknya di Komisi IV DPRD Provinsi akan memantau dan melihat situasi ini. Sebab, tidak semua kabupaten di Bali kemampuan keuangan daerahnya mampu untuk membiaya subsidi SD dan SMP swasta.
Namun demikian, menurut Bupati Klungkung 2 periode ini putusan MK ini merupakan bentuk keberpihakan kepada masyarakat untuk meringankan beban orang tua, terutama anaknya yang bersekolah di swasta.
Walau pun di sisi lain pemerintah daerah harus mengeluarkan anggaran untuk itu. “Kalau mempunyai kemampuan ya saya kira tidak jadi masalah. Terutama di daerah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung yang terdapat SD dan SMP swasta cukup banyak. Kalau di Klungkung sudah gak ada, jangankan itu (SD dan SMP Swasta,red) TK aja kita negerikan,” ujarnya. (Ketut Winata/balipost)