
DENPASAR, BALIPOST.com – Sebagai daerah tujuan wisata dunia, kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Provinsi Bali ternyata masih cukup tinggi. Berdasarkan data Simkeswa Tahun 2024, jumlahnya mencapai 1.884 orang yang tersebar di seluruh wilayah Bali.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Nyoman Gede Anom, mengakui penanganan ODGJ di Bali masih menghadapi sejumlah tantangan serius. Di antaranya, koordinasi unit terkait dalam pengendalian kesehatan dan KIE tentang pentingnya kesehatan jiwa masih belum optimal. Selain itu, penanganan kasus ODGJ (rawat jalan) masih terbatas pada fasilitas kesehatan tertentu, seperti Puskesmas.
Kemudian, kasus ODGJ yang terlaporkan masih terbatas pada aplikasi Simkeswa yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan. “Penanganan ODGJ terutama dalam pengobatan terkendala dengan beberapa regulasi terkait, seperti BPJS mewajibkan ODGJ datang sendiri mengambil obat ke puskesmas dan Posyandu Kesehatan Jiwa yang sudah terbentuk sebelumnya dengan sasaran ODGJ dan keluarga dilebur menjadi posyandu siklus hidup,” ungkap dr. Anom, Rabu (30/4).
Berdasarkan yang tersedia, kasus penderita orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Provinsi Bali tertinggi terjadi di Kabupaten Tabanan, yakni sebanyak 705 orang. Disusul Buleleng dengan 356 orang dan Kota Denpasar dengan 353 orang.
Kemudian Kabupaten Klungkung sebanyak 182 orang, 96 orang di Kabupaten Karangasem, 61 orang di Kabupaten Gianyar, Kabupaten Badung 58 orang, Kabupaten Bangli 56 orang dan paling sedikit di Kabupaten Jembrana sebanyak 19 orang.
Anom mengatakan bahwa jenis ODGJ yang paling mendominasi di seluruh wilayah Bali adalah skizofrenia. Kendati demikian, Anom memastikan bahwa saat ini tidak ada lagi praktik pemasungan terhadap ODGJ di Bali. “Tidak, pemantauan secara rutin terhadap pemasungan dilakukan berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota, Rumah Sakit Manah Shanti Mahottama, dan pemerhati kesehatan jiwa,” ungkapnya.
Menurut Anom, dalam penanganan ODGJ pemerintah telah menyediakan berbagai layanan kesehatan jiwa, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Yaitu, 120 puskesmas, 9 rumah sakit umum daerah dan rumah sakit pemerintah lainnya yang dapat melakukan kegiatan rawat jalan, seperti pemberian pengobatan, pemberian konseling informasi dan edukasi (KIE), pemantauan keteraturan pengobatan, serta kunjungan rumah.
Pemerintah provinsi juga menyediakan 1 rumah sakit khusus menangani ODGJ terutama rawat inap, yakni Rumah Sakit Mannah Shanti Mahottama. Rumah Sakit Manah Shanti Mahottama juga menyediakan pendampingan terhadap peningkatan kapasitas SDM di fasilitas kesehatan lainnya.
Selain itu, Pemda juga telah mendorong pembentukan Posyandu Kesehatan Jiwa (Keswa) di berbagai wilayah. Pemerintah daerah/kabupaten/kota telah mendorong dibentuknya posyandu keswa di wilayah-wilayah tertentu dengan pertimbangan sasarannya spesifik, yaitu ODGJ dan keluarga. Kemudian menurunkan drop out pengobatan, mempermudah melakukan skrining dan mengidentifikasi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Tidak hanya itu, Pemerintah juga berintegrasi dengan berbagai unit dan lembaga pendukung, termasuk dinas sosial dan yayasan pemerhati kesehatan jiwa.
Seperti diketahui, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi ODGJ di Provinsi Bali sebesar 1,4 permil, jauh lebih rendah dibandingkan angka nasional yang mencapai 4,0 permil.
Secara umum ODGJ disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, stres dan trauma berat, seperti akibat kematian orang yang dicintai. Kondisi kesehatan mental lainnya, seperti gangguan bipolar. Faktor genetik dan lingkungan. Penggunaan obat-obatan medis dan zat terlarang. Gangguan perkembangan otak selama kehamilan, dan masalah dengan senyawa kimia seperti dopamine dan serotonin di otak. (Ketut Winata/balipost)