Ratusan banten lengkap dengan babi guling nampak memenuhi areal jeroan Pura Dalem, Desa Pakraman Timbrah, Karangasem. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Jika berbicara mengenai Bali, pasti yang terlintas adalah destinasi wisatanya yang indah, mulai dari wisata alam, budaya, hingga kuliner.

Saat memikirkan kuliner Bali, kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan babi guling. Ternyata, babi guling bukan sekadar hidangan khas Bali.

Kuliner ini adalah simbol budaya, spiritualitas, dan cita rasa yang sudah tertanam dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali selama berabad-abad.

Dari sajian dalam upacara adat hingga makanan yang menggugah selera wisatawan, babi guling menyimpan banyak cerita.

Ayo simak sejarah, filosofi, hingga cara memasak babi guling, dilansir dari berbagai sumber.

1. Sejarah Babi Guling

Babi guling bukanlah kuliner baru di Bali, hidangan ini telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat sejak berabad-abad lalu.

Jejaknya bisa ditelusuri hingga masa Hindu-Buddha dan Kerajaan Majapahit, di mana budaya agraris dan upacara keagamaan berkembang pesat.

Dalam prasasti Hindu-Budha, babi disebut sebagai salah satu jenis daging yang lazim dikonsumsi, baik oleh masyarakat biasa maupun kalangan bangsawan.

Baca juga:  Pesona Ecoprint di Denpasar Festival, Produk Ramah Lingkungan yang Kian Diminati

Pada masa itu, masyarakat telah mengenal dua jenis babi, yaitu: Celeng (sebutan untuk babi ternak) dan Wok (sebutan untuk babi hutan yang biasanya diburu). Keduanya sering dijadikan hidangan dalam ritual dan perjamuan.

Hal ini menunjukkan bahwa daging babi memiliki nilai ekonomi dan spiritual yang cukup tinggi dalam kehidupan masyarakat kala itu.

Sejarawan Asia Tenggara, Anthony Reid, mencatat bahwa babi memainkan peran penting sebagai sumber protein utama masyarakat Nusantara, terutama sebelum Islam menyebar luas.

Ia menyebut babi sebagai pengalih makanan paling efisien dari padi-padian ke daging, karena bisa diberi makan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian, namun menghasilkan daging yang berlimpah.

Di Bali, keberadaan babi guling sangat erat kaitannya dengan ritual keagamaan Hindu. Dahulu, makanan ini disiapkan secara khusus dalam upacara adat, seperti odalan (perayaan hari besar pura), ngaben (upacara pembakaran jenazah), dan metatah (potong gigi). Babi yang digunakan biasanya masih muda, agar dagingnya empuk dan kulitnya bisa renyah saat dipanggang.

Baca juga:  Konflik Taksi Online dan Konvensional

Namun seiring berjalannya waktu, babi guling tak lagi eksklusif untuk upacara keagamaan.

Karena rasanya yang kaya bumbu dan teksturnya yang menggoda, sajian ini mulai banyak dijual secara komersial di warung, rumah makan, hingga restoran mewah.

Kini, babi guling menjadi ikon kuliner Bali, dicari oleh wisatawan dan dicintai oleh warga lokal, tanpa meninggalkan akar budayanya yang sakral.

2. Filosofi Babi Guling

Di Bali, babi guling punya makna yang lebih dalam dari sekadar santapan.

Dalam tradisi Hindu Bali, babi guling adalah simbol kesuburan, kemakmuran, dan ungkapan syukur kepada Tuhan.

Daging babi yang diolah utuh melambangkan persembahan total dan kerendahan hati umat kepada Sang Pencipta.

Kulit babi yang dipanggang hingga kecokelatan juga punya filosofi tersendiri. Warna-warna yang muncul seperti putih, merah, dan hitam mewakili Dewa Trimurti:

Putih: Dewa Siwa
Merah: Dewa Brahma
Hitam: Dewa Wisnu

Karena maknanya yang mendalam, babi guling biasa hadir di upacara besar seperti odalan, ngaben, atau metatah.

Baca juga:  90 Persen Warganya Berprofesi Perajin Arak, Desa Ini akan Bangun Museum Arak

Namun, seiring berjalannya waktu, babi guling kini juga dianggap sebagai makanan perayaan dan momen spesial keluarga.

3. Cara Memasak Babi Guling 

Rahasia utama kelezatan babi guling terletak pada bumbunya, yang dikenal sebagai base genep. Ini adalah bumbu khas Bali yang lengkap, aromatik, dan kaya rasa.

Biasanya, bumbu ini tidak hanya dilumurkan di bagian luar, tapi juga diisi ke dalam perut babi agar meresap sempurna.

Sebelumnya, kamu harus menyiapkan bumbu seperti bawang putih, bawang merah, kunyit, jahe, lengkuas, dan daun jeruk yang dihaluskan.

Cara memasaknya:

– Bumbu dihaluskan, lalu dilumurkan ke seluruh bagian tubuh babi luar dan dalam.
– Bagian perut biasanya diisi daun singkong dan batang serai untuk menambah aroma.
– Babi dipanggang selama 3-4 jam di atas api kecil, sambil diputar agar matang merata.

Hasilnya? Kulit renyah, daging juicy, dan aroma yang bikin ngiler! (Andin Lyra/balipost)

BAGIKAN