Terdakwa Ketut Riana dalam sidang pledoi, Kamis (19/9). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bendesa Berawa, I Ketut Riana, akhirnya menerima dihukum selama empat tahun penjara yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa beberapa waktu lalu. Bahkan informasi, Senin (28/10), terpidana sudah dieksekusi oleh JPU dari Kejati Bali.

Pernyataan bahwa terpidana Ketut Riana tidak mengajukan upaya hukum banding juga dibenarkan oleh salah satu kuasa hukumnya I Gede Pasek Suardika. “Tidak jadi banding. Tetapi akan ada langkah lain yang akan ditempuh. Hanya nanti menunggu waktu yang tepat,” ucap Pasek.

Baca juga:  Terminal Dalung akan Dioperasikan Kembali

Terpisah, Kasipenkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana membenarkan bahwa pihaknya sudah melakukan upaya eksekusi terhadap terpidana, karena tidak ada upaya hukum banding. “Jadi, sudah inkrah,” jelasnya.

Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa dengan hakim anggota Ni Made Oktimandiani dan Iman Santoso, Kamis (3/10) membacakan putusan kasus OTT dengan terdakwa Bendesa Adat Berawa, terdakwa I Ketut Riana. Hakim menilai bahwa terdakwa terbukti melakukan pemerasan pada investor, sehingga terdakwa Riana dihukum pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta, subsider empat bulan penjara.

Baca juga:  Penyebaran Rabies Terus Ditekan dengan Gencarkan Vaksinasi

“Terdakwa Ketut Riana terbukti melakukan pidana korupsi secara berlanjut,” ucap hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.

Dalam beberapa pertimbangan, majelis hakim menegaskan bahwa unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sudah terpenuhi. Kata hakim, I Ketut Riana selaku Bandesa Adat Berawa telah menerima insentif, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dari APBD Semesta Berencana Provinsi Bali maupun honorarium atau uang jasa dari APBD Kabupaten Badung.

Baca juga:  Permenpan RB Akomodasi Usulan ASN tentang Jabatan Fungsional

Majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa I Ketut Riana adalah termasuk dalam kategori Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf c Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu sebagai orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah. (Miasa/balipost)

BAGIKAN