Tjok Oka Artha Ardana Sukawati. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – PHRI Bali menyoroti tentang perizinan lewat Online Single Submission (OSS) yang berdampak terhadap terjadinya pelanggaran bangunan di Bali. Contohnya, bangunan hotel dan villa di Bali bertumbuh tak sesuai dengan aturan yang ada di Bali.

Menurut Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, belum lama ini, tujuan dari adanya OSS sebenarnya bagus sekali yaitu cepat, clear, dan transparan. “Tapi fakta di lapangan tidak seperti itu, sekonyong-konyong ada bangunan besar, ada bangunan yang sangat jauh dari kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dan ketika Pemerintah Provinsi ditanyakan, mengatakan bahwa itu urusan pusat. Persoalannya tidak sesederhana itu,” ujarnya.

Baca juga:  Satpol PP Denpasar dan Bea Cukai Temukan Ratusan Bungkus Rokok Tanpa Cukai

Dengan persoalan itu, ia menilai untuk menjaga pariwisata berkelanjutan, ekosistem perizinan juga harus diperbaiki. Jika persoalan ini belum teratasi ia khawatir arah pembangunan Bali berubah ke depan.

“Ada mekanisme-mekanisme yang bisa kita lakukan untuk menutupi kelemahan-kelemahan ini atau mengeliminir pelanggaran-pelanggaran ini. Dan ada jawaban yang bisa kami lakukan yaitu mengajukan keberatan yang bisa diajukan lewat perizinan kabupaten/kota, provinsi. Kami berharap hal ini mendapat atensi sehingga pembangunan pariwisata Bali sesuai harapan bersama, masyarakat dan industri yang menggantungkan hidupnya dari pariwisata,” ujarnya.

Baca juga:  Tiga Lembaga Investasi Bodong Berkedok Koperasi Ada di Badung

Pembangunan hotel dan villa yang masif terkesan tak terkendali diakui tidak hanya dari sisi tata ruang. Fisik bangunannya juga tidak sesuai Perda Nomor 5 tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. “Ada juga bangunan besar masuk ke pedalaman, desa. Izin prinsip dasar, lingkungan, penyanding, sama seperti dulu karena Perda-nya belum berubah. Ketika melanggar aturan lingkungan dan mengatakan izin sudah dipenuhi tapi kenapa ada demo? Itu artinya ada yang tertinggal, terabaikan selama ini, karena ada tahapan-tahapan yant harus dipenuhi,” jelasnya.

Baca juga:  Lestarikan Garam Tradisional Bali, Gubernur Koster Keluarkan SE Nomor 17 Tahun 2021

Sementara soal pembatasan atau tidak pembangunan hotel, ia menegaskan perlu dilakukan studi carrying capacity, supply and demand. Sedangkan yang selama ini masyarakat merasa terlalu banyak hotel dan villa, maka hal itu perlu dilakukan kajian serta harus disertai dengan proyeksi. “Seberapa sih Bali ini membutuhkan wisatawan, apakah 10 juta, 7 juta sehingga ada proyeksi akomodasi yang perlu dibangun. Itulah diperlukan pelaku usaha pariwisata khususnya hotel masuk asosiasi sehingga memiliki data yang valid,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN