Mantan Kajari Buleleng, Fahrur Rozi saat sidang pledoi pascadituntut lima tahun penjara oleh JPU di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Kajari Buleleng, terdakwa Fahrur Rozi, S.H., M.M., yang dituntut pidana penjara selama lima tahun, Senin (8/1) diberikan kesempatan mengajukan pembelaan. Dalam pledoinya yang disampaikan melalui kuasa hukumnya, di hadapan majelis hakim yang diketuai I Nyoman Wiguna, pada intinya Fahrur Rozi minta dibebaskan dari jeratan hukum.

Salah satu alasannya bahwa terdakwa hanya melanggar kode etik, namun bukan melakukan tindakan pidana korupsi, gratifikasi maupun pencucian uang. “Berdasarkan fakta persidangan, kami mohon dengan hormat pada majelis hakim yang mengadili perkara ini, menyatakan terdakwa Fahrur Rozi tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tuntutan JPU,” jelas kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Tipikor Denpasar. Terdakwa yang mantan Kajari Buleleng itu disebut tidak terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 2 Jo Pasal 5 Ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana tuntutan jaksa.

Dalam pembelannya, terdakwa juga mengaku tidak terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga memohon majelis hakim membebaskan terdakwa dari tuntutan jaksa. Namun diakui terdakwa hanya melakukan pelanggaran kode etik.

Baca juga:  Seluruh Gedung Sekolah di Denpasar Sudah Disemprot Disinfektan

Terpisah, terdakwa pengusaga, Suwanto juga minta dilepaskan. Menurut kuasa hukumnya, Dr. Hakim Darmawan, memohon kliennya dilepaskan, karena menurut dia perbuatan yang dilakukan Suwanto adalah keperdataan. “Menurut kami keperdataan karena antara terdakwa dengan Fahrur Rozi ada perjanjian utang piutang. Jadi, menurut kami ini adalah perbuatan keperdataan, bukan perkara gratifikasi atau suap, ” jelasnya.

Lebih jauh dikatakan bahwa hal ini ada bukti lengkap ada perjanjian utang piutangnya dan dibuat di notaris dan disertakan barang jaminan berupa rumah lengkap dengan SHM-nya. “Jadi, menurut kami karena ini bukan perbuatan pidana korupsi maupun gratifikasi, maka klien kami mohon dilepaskan, ” pinta Dr. Hakim Darmawan, kuasa hukum Suwanto.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung, Muhamad dkk., menuntut mantan Kajari Buleleng, terdakwa Fahrur Rozi, S.H., M.M., dengan pidana penjara selama lima tahun. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, terdakwa Fahrur Rozi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 5 Ayat 2 Jo Pasal 5 Ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mantan Kajari Buleleng yang sebelumnya disebut menerima hadiah berupa uang dari H. Suwanto dengan total sebesar Rp 46.064.401.795., itu dituntut dengan pidana penjara selama lima tahun denda Rp 6 miliar, subsider enam bulan kurungan.

Baca juga:  Dugaan Korupsi Solar, Mantan Pegawai Kontrak DLHK Dituntut Lima Tahun Penjara

Selain itu, terdakwa Fahrur Rozi juga dinyatakan terbukti bersalah dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Yang menarik sebelum membacakan kesimpulan dalam surat tuntutannya, jaksa dalam surat tuntutannya yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Nyoman Wiguna dengan hakim anggota Wayan Suarta dan Nelson, menguraikan sejumlah peristiwa yang dilakukan terdakwa Fahrur Rozi selaku Kajari Buleleng saat itu. Ternyata selain bertemu dengan Bupati Buleleng Agus Suradnyana (atas permintaan Suwanto) sebagaimana terungkap di persidangan, dalam surat tuntutan JPU ternyata dalam pengadaan buku itu terdakwa juga memperkenalkan Suwanto pada Sekda Buleleng saat itu Dewa Ketut Puspaka dan Gede Suyada selalu Kadisdik Buleleng ( Sekda Buleleng saat ini). Di satu sisi, terdakwa selalu kajari mengintervensi disdik dan juga kepala desa.

Diuraikan JPU dalam dalam surat tuntutannya, selain melakukan pendekatan dengan sekda dan disdik, disebutkan juga melakukan semacam intervensi. Pada tahun 2017 terdakwa Fahrur Rozi memanggil dan menemui Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng, Made Astika, meminta Astika agar setiap sekolah pada jenjang SD dan SMP membeli buku-buku pelajaran terbitan CV. Aneka limu dan meminta agar Astika mengumpulkan para Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah pada jenjang SMP (MKKS) dan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah pada jenjang SD (K3S) Kabupaten Buleleng untuk menemui terdakwa Fahrur Rozi di Kejaksaan Negeri Buleleng.

Baca juga:  UU ASN Terbaru Akan Mengakhiri Masalah Tenaga Honorer

Kata JPU, Kasek SD dan SMP takut sama terdakwa selalu Kajari Buleleng, apalagi ada Kasek SMP diperiksa. Hal sama juga berlaku untuk kades se Buleleng. Kades juga mau, karena ada kades yang dijadikan tersangka dan bahkan diadili. Sehingga mereka mau beli buku seharga miliaran rupiah.

Di Buleleng, setidaknya ada 19 kepala desa yang sempat dipanggil dan dirapatkan di kantor Kajari Buleleng. Mereka adalah I Ketut Suka (Kades Kalibukbuk), I Nyoman Dana (Kades Sanggalangit), I Made Sedia (Kades Tunjung), I Nyoman Sugiarta (Kades Kalisada), Nyoman Arya Swabawa (Musi), Ketut Bijkasana (Banyupoh), Nyoman Sukrawan (Pohbergong), I Ketut Kusuma Ardana (Bungkulan), Citarja Yudiarta (Bila), Wayan Joni Arianto (Petandakan), Sudarman Duniaji (Bubunan), I Made Gelgel (Tukad Sumaga), Angga Wirayuda (Mengening), Nengah Wirta (Sumberkima), Made Astawa (Pejarakan), Wayan Sumeken (Nagasepaha), Komang Sudiarta (Sudaji), Made Suarta (Sekumpul), Made Suwardipa (Tinga-tinga).

Sementara rekannya, pengusaha buku dari CV. Aneka Ilmu, terdakwa H. Suwanto, dituntut lebih ringan. Dia dituntut pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta, subsider enam bulan kurungan. (Miasa/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *