Pedagang daging babi di Pasar Kereneng melayani pembeli, Senin (31/7/2023).(BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Harga babi di pasar saat ini berdasarkan data Sigapura Provinsi Bali Rp 75.727 per kg. Menurut Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hariyasa, peternak babi saat ini rugi besar.

Sebab, harga babi di tingkat peternak saat ini sangat jauh dari harga pokok produksi (HPP). Ia berharap dalam jangka pendek, pemerintah melarang peternak besar untuk melepas babinya di pasar lokal. “Mereka sudah pengusaha besar, modalnya banyak, bertarungnya jangan di lokal dong, bertarungnya di luar. Ini yang kita berikan informasi kepada pemerintah,” ujarnya, Jumat (1/12).

Hariyasa mengatakan, pihaknya sedang merumuskan dengan pemerintah terkait teknis menghitung HPP peternak babi. Jika diasumsikan peternak mendapatkan keuntungan 10 persen, harga jual babi di tingkat peternak adalah Rp 40.000.

Baca juga:  Kasus Mulai Meningkat, Warga Dimintai Waspada DBD

Diharapkan, harga tersebut menjadi batas terendah. “Hal ini sedang diperdebatkan. Ini sebenarnya komunikasi akan terus dilakukan dan sudah disampaikan ke pemerintah. Jika ini bisa ditetapkan, maka tindakan berikutnya wajib dilakukan baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang,” ujarnya.

Jangka pendek misalnya, mengatur agar pelaku usaha hilir untuk menyerap produksi masyarakat ternak ini agar mau tunduk terhadap aturan yang ada. Sanksi pun harus diterapkan jika melanggar, begitu juga apabila peternak sendiri mengingkari harga itu.

Jangka menengah, misalnya pengurusan perizinan budidaya agar mulai ditinjau ulang. Sedangkan jangka panjangnya berharap pemerintah menyiapkan kerjasama yang baik antara pelaku usaha serapan produksi. “Untuk jangka pendeknya, yang paling penting, dalam waktu rentang 1 bulan, harga harus naik,” sebutnya.

Baca juga:  PPKM Level 2 di Bali Berlanjut, Diimbau Kurangi Mobilitas Tak Penting

Ia berharap dalam jangka waktu pendek, pemerintah mengimbau untuk mapatung massal saat penampahan Galungan. Daging babi diberikan kepada ASN sebanyak 5 kg per orang, kecuali yang beragama  Islam. “Kalau ada 5.000 ASN di kabupaten/kota dikali 9 kabupaten/kota dan 1 provinsi maka anggap saja 50.000 kali 5 kg sama 250 ton dibutuhkan untuk jangka pendek,” bebernya.

Dengan kebijakan tersebut, akan sangat membantu peternak rakyat dengan asumsi babi rakyat dibeli dengan HPP. “Anggap saja HPP yang diharapkan Rp 40 ribu, ditambah dengan  biaya potong Rp 3.000 plus susut 10 – 15 persen, akan ketemu harga Rp 51.000 – Rp 55.000 per kg. Daripada beli babi di pasar, kenapa tidak kita kasi harga babi murah, fresh Rp 55.000 dan ini hanya dilakukan sekali dalam 6 bulan,” tegasnya.

Baca juga:  Cegah ASF, Buleleng Optimalkan Pengawasan

Dengan kebijakan penetapan harga itu, ia menilai harga pasar tak akan hancur karena dilakukan sekali dalam proses menyelamatkan harga babi yang ada di peternak rakyat. Setiap 6 bulan harga dikoreksi kembali mengikuti harga pakan dan biaya untuk operasional budidaya babi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN