
DENPASAR, BALIPOST.com – Merosotnya harga babi yang hingga mencapai Rp28.000 per kilogram berat hidup, disebabkan oleh berkurangnya serapan terutama ke luar Bali. Salah satu penyebab yakni adanya indikasi daging babi impor yang masuk ke beberapa wilayah termasuk Bali.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hary Suyasa, saat diwawancarai, Minggu (28/9).
Dia mengatakan, sekitar 70 persen ternak babi Bali dikirim ke luar daerah. Dengan masuknya beberapa daging impor di wilayah tertentu seperti Kalimantan, membuat serapan menurun. Di samping memang tengah terjadi wabah di wilayah penghasil yang berdampak pada pengosongan kandang sehingga menjual ternak dengan harga murah dan menjadikan persaingan harga sehingga berdampak terhadap harga babi di Bali.
“Namun untuk indikasi adanya impor ini yang ke depan akan terus mempengaruhi nilai jual di tingkat peternak. Karena 70 persen babi di Bali dikirim ke luar daerah, jika daerah serapan tersebut tidak lagi membutuhkan, maka kesannya di Bali akan over produksi. Ini akan menjadi hal yang sangat tidak baik bagi peternak,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan, indikasi masuknya daging impor juga sudah mencapai Bali. Hari mengakui bukti masuknya daging import ke Bali memang belum dimilikinya, namun laporan terkait hal tersebut sudah dia dapatkan.
Selain daging, Hari juga mengatakan adanya rencana investasi perusahaan peternak babi di Bali juga diisukan belakangan ini. Jika hal tersebut benar terjadi peternak di Bali akan makin terancam.
“Kami tidak anti investor, tapi sesuatu yang sudah bisa kita lakukan jangan itu yang menjadi sasaran investasi. Kita di Bali kendalanya kan bukan diproduksi, namun pada serapan hasil produksi,” katanya.
Untuk itu pihaknya meminta agar pemerintah baik daerah hingga pusat bisa memperhatikan kondisi ini. Mau mengantisipasi masuknya daging impor ataupun investasi yang menganggu kegiatan peternak di Bali.
Dia mengaku telah bersurat kepada Pemerintah Daerah Bali, Wakil Presiden termasuk MDA. “Karena babi ini juga menjadi produk budaya, jadi kami juga bersurat ke MDA harapannya biar bisa menggerakan masing-masing desa adat untuk mengawasi masuknya peternak asing di wilayahnya,” imbuh Hari Suyasa. (Widi Astuti/balipost)