
MANGUPURA, BALIPOST.com – Viral di media sosial sebuah pura tampak terisolasi di tebing cadas sementara di sekitarnya telah dikeruk.
Keberadaan tempat suci yang terancam akibat aktivitas penataan lahan ini pun disidak Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali pada Selasa (30/12).
Sidak ke wilayah Menesa, Desa Adat Kampial, Badung itu mengungkap adanya aktivitas pengerukan di sekitar pura berkaitan dengan penataan lahan untuk kavling Perumahan Astina Pura. Namun, kegiatan pada lahan seluas 2,9 hektare tersebut diduga kuat belum mengantongi perizinan lengkap dan berpotensi masuk kategori penambangan batu kapur.
Atas temuan tersebut, Satpol PP Provinsi Bali langsung melakukan penyegelan sementara seluruh aktivitas hingga seluruh persyaratan izin dipenuhi.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, menyatakan sidak ini dilakukan sebagai respons atas keresahan publik terkait keberadaan pura yang dinilai terabaikan akibat aktivitas pengerukan masif di sekitarnya. Ia menegaskan bahwa pemindahan material batu kapur, meskipun disebut sebagai penataan, tetap masuk dalam ranah kegiatan yang wajib berizin sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
“Dalih penataan tidak menghapus kewajiban izin. Pemindahan material termasuk kegiatan yang diatur dalam undang-undang. Ancaman pidananya bisa denda hingga Rp100 miliar dan penjara maksimal lima tahun,” tegas Suparta.
Selain aspek Minerba, Supartha juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap UU Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, UU Penataan Ruang, serta sejumlah peraturan daerah. Ia menyebut belum adanya izin lokasi, izin senderan dari Balai Wilayah Sungai (BWS), dan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang berisiko menempatkan pura dalam kondisi tidak aman.
“Tempat suci ini berada di posisi yang menimbulkan kesenjangan. Kalau terjadi hujan besar atau aliran air, siapa yang bertanggung jawab? Ini yang harus dicegah sejak awal,” ujarnya.
Sekretaris Pansus TRAP, I Dewa Nyoman Rai, menegaskan sidak ini bertujuan meluruskan persoalan tata ruang, aset, dan perizinan, bukan untuk menghambat investasi. Ia mengingatkan bahwa setiap aktivitas pembangunan wajib didahului izin resmi seperti IMB atau PBG, UKL-UPL, serta perizinan terpadu lainnya.
“Sidak ini bukan intervensi. Ini soal kepatuhan terhadap aturan. Kegiatan yang bersifat komersial tidak boleh berjalan sebelum izinnya lengkap,” tegasnya.
Sementara itu, pihak pengelola lahan, Ketut Sudita, menjelaskan bahwa dari total lahan 2,9 hektare, pihaknya hanya mengelola sekitar 1,7 hektare milik Made Suana. Pengerukan dilakukan dengan alasan penataan lahan, dan material batu kapur digunakan untuk meratakan area bawah yang curam dengan kedalaman mencapai delapan meter guna keperluan Perumahan Astina Pura.
Ia mengakui kavling perumahan sudah dipasarkan, namun belum ada yang terjual.
Sudita juga menyampaikan bahwa lokasi pengerukan berada dekat aliran sungai kering sehingga dilakukan pemasangan senderan.
Terkait pura, ia menyebut pura tersebut merupakan milik warga Banjar Terora yang berdiri di atas tanah milik pihak lain, dan pihaknya telah berkoordinasi dengan pengempon pura.
“Kami siapkan ruang lima meter di sekeliling pura untuk menjaga kesuciannya. Akses jalan, tangga, air, dan listrik juga kami sediakan karena sebelumnya belum ada,” jelasnya.
Anggota DPRD Badung, Wayan Luwir Wiana yang ikut dalam sidak ini menegaskan kegiatan sebagai penataan tidak menghilangkan kewajiban perizinan, termasuk izin galian C. Ia meminta pengembang segera menjelaskan aspek teknis pengerukan dan sempadan sungai.
“Apapun bentuknya, kegiatan ini harus berizin. Jangan sampai aktivitas berjalan dulu, izinnya belakangan,” katanya.
Senada, anggota Pansus TRAP Ketut Tama Tenaya menekankan pentingnya menjaga keharmonisan dengan pengempon pura serta meminta batas waktu yang jelas untuk melengkapi seluruh perizinan. Ia mengingatkan agar pemasaran kavling tidak dilakukan sebelum aspek legal tuntas.
Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menegaskan kegiatan penataan tetap wajib melalui mekanisme perizinan yang sah. Ia menjelaskan bahwa sungai kering tetap masuk dalam peta daerah aliran sungai (DAS), sehingga penyenderan di lokasi tersebut wajib berizin.
“Walaupun lahan hak milik, tidak bisa bertindak seenaknya. Fasilitas umum dan sosial harus jelas sebelum dipasarkan. Kegiatan ini kami hentikan sementara sampai ada kepastian izin,” tegasnya.
Ia menambahkan, Satpol PP akan melakukan pengecekan batas tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida untuk memastikan apakah aktivitas penyenderan tersebut berpotensi melanggar hukum pidana. “Aturan harus ditegakkan, dan keamanan serta kelestarian pura wajib menjadi prioritas,” pungkasnya. (Sugiadnyana/denpost)










