
DENPASAR, BALIPOST.com – Harga babi hidup di peternak merosot tajam. Saat ini mencapai Rp28.000 per kilogram berat hidup. Padahal break event point (BEP) babi itu mencapai Rp40.000 per kilogram, sehingga kondisi ini sangat merugikan peternak.
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa, Jumat (26/9) mengatakan, penurunan harga babi sudah mulai sejak 8 bulan lalu dan makin parah sejak beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya harga babi sempat membuat peternak sumringah yang pernah mencapai di atas Rp50.000 per kilogram.
Pria asal Badung ini mengatakan, merosotnya harga babi dikarenakan beberapa faktor. Pertama adanya wabah pada ternak di beberapa wilayah seperti Lampung, Kalimantan, Sulawesi, NTT sehingga dilakukan pengosongan kandang. Pengosongan kandang ini membuat ternak dijual dengan harga murah sehingga mempengaruhi harga secara nasional termasuk Bali.
Selain mempengaruhi harga secara nasional, pengosongan kandang tersebut juga membuat pasar yang biasanya dipasok Bali terambil alih dengan yang lebih murah.
Kedua, adanya indikasi impor daging babi dalam bentuk frozen ke dalam negeri, baik secara legal atau pun ilegal turut mempengaruhi harga babi. “Terutama di Kalimantan itu masif masuk dari Malaysia daging babi frozen,” katanya.
Bali lanjut Hari Suyasa, menjadi pemasok babi cukup banyak bahkan mencapai 70 persen ke luar daerah. Adanya daging babi impor yang masuk ke wilayah tertentu membuat serapan babi dari luar daerah menurun sehingga di Bali saat ini nampak over produksi.
Dengan demikian terjadi penurunan harga yang cukup tajam sejak beberapa bulan terakhir.
Harga yang terjadi saat ini dikatakannya jauh turun dari sebelum dan jauh dari harga pokok produksi (HPP). Idealnya untuk peternak bisa untung harga babi hendaknya bisa di atas Rp40.000 per kilogram. Namun saat ini hanya bisa mencapai Rp28.000 per kilogram.(Widiastuti/balipost)