Kepala Disnaker ESDM Bali Ida Bagus Setiawan saat diwawancara mengenai penetapan UMP Bali 2024 di Denpasar, Senin (20/11/2023). (BP/Ant)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) ESDM Bali Ida Bagus Setiawan meminta tenaga kerja melaporkan jika ada perusahaan yang tidak mengatur skala upah. Namun dijelaskan bahwa skala upah berlaku setelah setahun masa kerja dan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.

Dikutip dari Kantor Berita Antara, ia mengutarakan pemerintah sudah membuka ruang namanya SP4N LAPOR (Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) baik online maupun langsung ke masing-masing Disnaker mulai kabupaten di wilayah kerja. “Kalau tidak terselesaikan bisa langsung ke provinsi, tapi kita perlu melibatkan kabupaten untuk inventarisir cari solusi sama-sama,” katanya, Selasa (28/11).

Baca juga:  Dewan Awasi Penerapan UMK, Ancam Perusahaan Nakal Diberikan Sanksi

Setiawan mengatakan sebelum memberikan laporan, pekerja dapat mengomunikasikan ini dengan serikat pekerja untuk menampung aspirasinya. Namun tetap melihat fakta dan kondisi nyatanya.

Seperti soal kapan skala upah diterapkan, yaitu ketika setahun pertama pekerja sudah menerima upah sesuai UMK atau UMP Bali, kemudian skala upah berguna untuk memacu produktivitas tenaga kerja dan diharapkan berimbas pada profit perusahaan.

Ketika norma dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 ini tidak diindahkan maka Pemprov Bali dan jajaran di kabupaten/kota harus bergerak melalui pengawasan dan pembinaan.

Baca juga:  Jelang Akhir Tahun, Polresta Ungkap 1 Kilo Tembakau Gorila

“Bagaimana menyikapi ini tentunya pada saat dilakukan proses perizinan oleh teman-teman Disnaker kabupaten/kota. Bagaimana pembinaan dan pengawasannya, yang terjadi adalah ketika ada masalah mencuat baru ke provinsi,” ujar Setiawan.

Maka dari itu penting untuk deteksi dini, tetapi jika sudah ada aduan masuk harus ditelusuri ke kedua pihak secara terbuka dan adil.

Kepala Disnaker Bali itu mencontohkan kondisi terpuruknya perekonomian saat pandemi COVID-19, di mana jika ada perusahaan yang terdampak mereka harus terbuka dan transparan terkait kondisi keuangannya sehingga ada kesepakatan dengan pekerja soal upah.

“Apa benar perusahaan itu tidak profit bisa jadi sepihak, kemudian tuntutan tenaga kerja apa sesuai dengan produktivitasnya, ada tidak rekam jejak, harus adil dan terbuka bahwa kita ingin semua lebih baik, tugas pemerintah disana mendorong,” ujarnya.

Baca juga:  Digempur Pembangunan Infrastruktur, Bali Dalam Kuasa Jakarta

Setiawan menyebut ada beberapa pertimbangan perusahaan harus menentukan skala upah atau sekurang-kurangnya membayar pekerja sesuai UMP yaitu kemampuan perusahaan, jumlah tenaga kerja, hingga perjanjian bersama.

“Kalau misalnya untuk penerapan UMK, itu berlaku bagi pekerja-pekerja formal di perusahaan menengah ke atas. Dan kalau untuk penerapan UMK ini bersifat fleksibel bagi usaha-usaha kecil dan mikro berdasarkan kesepakatan,” katanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN