Rapat Dewan Pengupahan terkait penetapan UMK Jembrana 2026, Jumat (19/12), di Kantor Dinas Kominfo Jembrana. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jembrana tahun 2026 ditetapkan mengalami kenaikan sekitar 7 persen dibandingkan tahun 2025. Rekomendasi ini dibuat setelah dilakukan pembahasan UMK 2026 dengan melibatkan tripartit Dewan Pengupahan dengan unsur pemerintah daerah, perwakilan pekerja, dan pengusaha, Jumat (19/12) sore.

Penetapan UMK tahun ini merupakan yang pertama di Jembrana setelah dua tahun mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP) Bali.

Penetapan UMK 2026 mengacu pada peraturan pemerintah (PP) tentang pengupahan terbaru yang telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jembrana, Sukirman, Minggu (21/12), mengatakanZ perhitungan UMK menggunakan formula yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta variabel alfa. Dengan inflasi sebesar 2,51 persen, pertumbuhan ekonomi 4,98 persen, alfa 0,9, serta upah berjalan Rp2.996.561, diperoleh nilai UMK Jembrana 2026 sebesar Rp3.206.081.

Baca juga:  Harga Sejumlah Komoditas Naik Menjelang Tutup Tahun 2021

Dengan besaran tersebut, terjadi kenaikan Rp209.520 atau sekitar 7 persen dibandingkan standar upah tahun 2025. Pada tahun berjalan, Jembrana masih menggunakan UMP Bali sebagai acuan pengupahan. “Setelah dua tahun, akhirnya Jembrana kembali memiliki UMK sendiri,” terangnya.

Namun demikian, rekomendasi UMK yang telah disepakati di tingkat tripartit itu masih akan disampaikan Bupati Jembrana kepada Gubernur Bali untuk mendapatkan penetapan resmi. “Keputusan akhir tetap berada di tangan Gubernur. Tidak menutup kemungkinan masih ada perubahan,” kata Sukirman.

Baca juga:  UMK Bangli Naik Rp 170 Ribu, Ini Besarannya

Sukirman juga menegaskan pentingnya kepatuhan pemberi kerja terhadap standar upah yang telah ditetapkan. Berdasarkan evaluasi serikat pekerja, setiap tahun masih banyak perusahaan yang belum sepenuhnya menerapkan upah sesuai ketentuan. “Rata-rata hanya sekitar 60 persen pemberi kerja yang patuh membayar upah sesuai standar,” katanya.

Selain sektor swasta, ia juga menyoroti kewajiban pemerintah dalam menerapkan UMK, khususnya bagi pekerja non-aparatur sipil negara (ASN) yang masih berstatus outsourcing. Termasuk pula pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) paruh waktu. “Ini juga perlu kejelasan apakah sudah dibayar sesuai UMK,” ujarnya.

Baca juga:  Dua Ibu Rumah Tangga Berkomplot Bobol Rumah

Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya menjadi contoh dalam penerapan standar pengupahan. Tidak hanya menuntut kepatuhan dari perusahaan swasta, tetapi juga konsisten menerapkan aturan di lingkungan instansi pemerintah. “Pemkab Jembrana semestinya menjadi cermin dalam pelaksanaan pembayaran upah pekerja,” tegasnya. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN