Sejumlah tenda untuk glamping terpasang di wilayah Desa Songan, Kintamani. (BP/Dokumen)

BANGLI, BALIPOST.com – Menjamurnya tempat penginapan berupa glamping di Kintamani berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Bangli. Untuk mengoptimalkan potensi pendapatan khususnya dari pajak hotel, Pemkab melalui Badan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BKPAD) pun terus melakukan sosialisasi dan pendaftaran terhadap usaha glamping yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.

Kabid Pajak Daerah dan Retribusi Lainnya (PDRL) BKPAD Kabupaten Bangli Putu Candra Rahadi mengungkapkan keberadaan tempat glamping di Kintamani mulai menjamur sejak pandemi COVID-19. Kebanyakan lokasinya ada di wilayah kaldera Batur yakni Desa Songan, Batur Tengah dan Pinggan.

Baca juga:  Honda ADV150, Andalan Skutik Penjelajah Jalanan dari AHM

Berdasarkan data yang dimilikinya, sejak 2021 jumlah glamping yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak daerah yakni sebanyak 116. Namun dari jumlah itu, sebanyak 13 diantaranya tidak aktif atau tidak beroperasi. “Jadi hanya 103 yang aktif melakukan pelaporan dan pembayaran pajak,” ungkapnya, Selasa (4/7).

Diakuinya menjamurnya glamping di Kintamani berkontribusi terhadap peningkatan PAD khususnya dari pajak hotel. Candra mengungkapkan realisasi pendapatan dari pajak hotel hingga pertengahan tahun 2023 telah melampaui target.

Dari target Rp 1,5 miliar, realisasinya sudah mencapai Rp 2,2 miliar lebih. Untuk mengoptimalkan potensi pendapatan pajak hotel, Candra mengaku pihaknya terus melakukan pendataan terhadap usaha glamping di Kintamani.

Baca juga:  Rasionalisasi Anggaran di Pemkab Badung, Fraksi Demokrat Sebut Tak Rasional

Salah satu cara pendataan dengan mengecek platform perjalanan online. Selain itu pihaknya juga terus melakukan sosialisasi dan pendaftaran terhadap glamping-glamping yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Seperti yang dilakukan pihaknya belum lama ini di Desa Songan.

Pihaknya turun ke desa tersebut untuk melakukan sosialisasi dengan mengundang puluhan pengusaha glamping yang terdata di desa tersebut. Selain itu dalam sosialisasi itu pihaknya juga mengundang beberapa Bendesa setempat mengingat banyak usaha glamping di wilayah itu yang memanfaatkan tanah ayahan desa (AYDS). “Hanya saja waktu itu karena ada kegiatan upacara adat di sana sehingga dari semua yang kami undang tidak semuanya datang,” terangnya.

Baca juga:  Menjadikan UMKM Poros Ekonomi

Pada prinsipnya, lanjut Candra, para pengusaha glamping siap memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak. Di sisi lain, pengusaha mengharapkan Pemkab Bangli agar tetap memperhatikan prinsip keadilan. Maksudnya semua pengusaha berharap diperlakukan sama. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *