Sejumlah wisatawan sedang berjalan-jalan di kawasan Kuta, Badung. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pengusaha, Panudiana Kuhn mengatakan, kondisi ekonomi dan pelaku usaha di Bali terlalu berat menghadapi kondisi pascapandemi, perang Rusia Ukraina, ditambah ramalan resesi global. Hal itu karena perusahaan di Bali dibangun dengan berutang.

Yang bisa bertahan menurutnya pengusaha yang memiliki modal, sedangkan perusahaan yang berutang, akan berat menghadapi situasi ini. “Dulu saat booming pariwisata, bangun hotel, bangun minimarket semua dengan utang. Memang banyak yang belum pulih saat ini,” ujarnya.

Baca juga:  Bali Raih Indeks Keterbukaan Informasi Publik Teratas Nasional

Sementara, UMKM-UMKM atau pengusaha skala kecil memang tidak terpengaruh dan jumlahnya ribuan. “Mereka tidak pernah mengeluh karena mereka tidak padat modal, hanya padat karya. Namun mereka tidak dioptimalkan oleh pemerintah sebagai penyumbang PDRB dan PDB,” ujarnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) ini mengutarakan efesiensi harus dilakukan demi mempertahankan usaha. Ia mengaku mengerjakan ekspor hanya by order. “Kita step by step, ada order dikerjakan, tidak ada order, tidak dikerjakan. Kalau tidak ada order, perusahaan ya… mengurangi pegawai. Sedangkan long plan bisnis hanya dilakukan konglomerat,” ungkapnya.

Baca juga:  Ribuan Naker Kapal Pesiar Asal Bali Dipulangkan Pascawabah COVID-19, Puluhan Ribu Orang Dikhawatirkan Bernasib Sama

Sementara itu, Ketua PHRI Badung Agung Rai Suryawijaya mengatakan, perang Rusia-Ukraina berkepanjangan memaksa pelaku usaha mesti melakukan antisipasi. Dengan kondisi itu, ramalan ekonomi gelap gulita.

Hemat energi menjadi upaya untuk menghadapi tantangan resesi ini. Sementara PHRI, pengusaha hotel dan restaoran dikatakan sudah terbiasa melakukan efisiensi supaya operasional menjadi efektif dan efisien. “Sehingga manajemen bekerja sangat smart dan banyak melakukan terobosan,” ujarnya.

Baca juga:  Komisi I DPR RI Setujui Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI

Rai mengungkapkan pariwisata yang belum pulih betul masih berdampak pada efisiensi tenaga kerja. Sebab, kunjungan per hari, baik domestik maupun internasional baru pulih 65% – 75%. Pemanggilan tenaga kerja 100%, utamanya baru terjadi pada 24 hotel yang akan dipakai tempat delegasi 20. “Sedangkan beberapa hotel masih menyiasati tenaganya. Memang semuanya dipekerjakan namun tergantung okupansi sehingga digilir dan beberapa hotel masih mempekerjakan kurang lebih 80%,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN