Dr. I Made Suarta, S.H., M.Hum. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menjadi guru Bahasa Bali kini serba dilema. Pasalnya mereka yang lulus seleksi Program Profesi Guru (PPG) sangat seret bahkan nyaris tak ada. Sementara untuk bisa tembus menjadi guru Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja alias P3K sangat sulit. Pasalnya Guru Bahasa Bali termasuk muatan lokal bukan guru bidang studi.

Sejumlah kepala sekolah di Denpasar mengaku kasihan dengan nasib guru Bahasa Bali padahal mereka sangat diperlukan di sekolah. Untuk bisa lulus PPG sangat sulit karena kuota terbatas. Padahal sekolah memerlukan guru Bahasa Bali berstatus ASN atau PPPK.

Pengamat pendidikan yang juga Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI), Dr. I Made Suarta, S.H., M.Hum., ketika dikonfimasi Senin (23/5), mengatakan, masalah inilah yang perlu diperjuangkan oleh semua komponen di Bali. Karena, bahasa daerah, termasuk bahasa daerah Bali diakui oleh UU.

Bali juga sangat berkepentingan agar guru Bahasa Bali ini diberdayakan dengan masa depan menjadi ASN. Selain itu mereka berhak mengikuti PPG juga berhak diangkat menjadi guru P3K.

Baca juga:  Lembaga Peradilan Perlu Pahami Nilai Kehidupan Masyarakat Adat

Dikatakannya, selama ini baru Undiksha yang membuka program PPG. Tahun ini ditunjuk UPMI Denpasar sebagai satu-satunya LPTK swasta yang menerima izin Prodi Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk guru Pendidikan Bahasa Indonesia, Seni Budaya, Matematika dan Bimbingan Konseling. Namun tidak secara eksplisit dikatakan juga untuk PPG Bahasa Bali.

Made Suarta akan berjuang dan menanyakan
ke Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (TGK) agar seni budaya ini bisa masuk PPG untuk guru Bahasa Bali, baik untuk PPG dalam jabatan maupun prajabatan. Sebab kuota dan seleksinya ada di Kemendikbud Ristek.

Namun jika PPG tak masuk guru bahasa Bali,
dia mengaku sangat disayangkan padahal ada
ribuan guru bahasa Bali yang belum menerima
sertifikasi karena belum masuk PPG. Kedua, dia ingin guru bahasa Bali diikutkan dalam seleksi guru PPPK.

Baca juga:  Korban Jiwa COVID-19 di Bali: Dua Zona Merah dan Dua Orange Catat Tambahan Kasus

Alasannya selama ini mereka banyak ngayah di masyarakat menjadi penyuluh bahasa Bali dan mengajar alias guru honorer di pendidikan dasar dan menengah. Jika tetap tak bisa masuk PPPK, Made Suarta berharap Pemprov Bali, Pemkot dan Pemkab di
Bali harus perbanyak mengangkat guru bahasa
Bali menjadi guru kontrak seperti guru PPPK.

Praktisi bahasa Bali, Dr. Drs. I Nyoman Suwija, M.Hum., juga mengaku prihatin dengan nasib
guru bahasa Bali dewasa ini. Hal itu, ia sebut dengan kebijakan menganaktirikan guru bahasa Bali.

Untuk itu Suwija yang dulu berjuang agar Pelajaran
Bahasa Bali masuk Kurikulum 2013 minta semua komponen mulai dari Bupati, Gubernur, DPRD, dan DPD Bali serta DPR-RI asal Bali berjuang demi perbaikan nasib guru bahasa Bali. Dosen UPMI ini mengatakan kebijakan pemerintah mesti selaras dengan upaya pelestarian dan pengembangan budaya dan sastra Bali, sementara SDM pendukungnya diabaikan.

Baca juga:  Seleksi P3K Bali, Diminta Tak Tergiur Tawaran Bantuan dari Oknum

Pertama, memperbanyak kuota lulusan bahasa Bali masuk PPG sebagai syarat mendapat tunjangan profesi guru. Kedua agar mereka diikutkan dalam seleksi PPPK.

Hal ini agar sejalan dengan perjuangan Gubernur Wayan Koster yang mengeluarkan Pergub Nomor 80 pada 2018 soal Perlindungan Bahasa dan Sastra Bali.
Suwija yang juga menyusun buku Bahasa Bali ingin guru Bahasa Bali tak hanya diangkat sebagai penyuluh bahasa Bali namun juga guru kontrak.

Dengan demikian alumni LPTK seperti Undiksha, UPMI, Dwijendra bisa bernapas lega. Lulusan bahasa Bali Unud, Unhi, dll. bisa masuk PPG prajabatan serta ada jaminan bisa menjadi guru ASN dan PPPK. Jika tidak, dia pastikan pelestarian dan pengembangan bahasa Bali akan timpang tanpa didukung SDM dengan masa depan yang baik. (Sueca/balipost)

BAGIKAN