Desa Adat Kalibalang menjaga dan melestarikan alam serta adat dan budaya melalui pertanian yang ada. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Potensi sektor pertanian luar biasa yang dimiliki Desa Adat Kalibalang, Desa Payangan, Kecamatan Marga, Tabanan, tidak serta merta membuat desa adat setempat lantas bergegas mengembangkan konsep desa wisata. Namun yang kini tengah diperkuat adalah bagaimana menjaga dan melestarikan alam serta adat dan budaya melalui pertanian yang ada.

Alasannya, di masa pandemi COVID-19 seperti saat
ini, sektor pertanian maupun perkebunan yang notabene digeluti hampir 70 persen krama adat masih
bisa tetap eksis.

Bendesa Adat Kalibalang, Ida Bagus Made Suarta mengatakan, pengembangan ke depan khususnya terkait dengan program penguatan desa adat “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, tak menutup kemungkinan impian memiliki kawasan desa wisata berbasis pertanian akan dilakukan, hanya saja jika kondisi dirasa mulai membaik atau pandemi Covid-19 berakhir.

Baca juga:  Gudang Astra Motor Bagikan Sembako dan Masker

Diterangkannya, kawasan Desa Adat Kalibalang memiliki potensi pertanian luar biasa. Dengan lahan pertanian seluas 40 hektare, hanya 25 hektare
lahan sawah yang masih produktif, selebihnya
bergerak di hortikultura atau perkebunan.

Ini dikarenakan ketersediaan air yang debitnya kerap mengecil. “Sebelumnya pengairan di sini melimpah,
tetapi belakangan debit air mengecil dari hulu. Jadi yang masih teraliri pengairan masih bisa tetap dengan lahan sawahnya, yang tidak lebih pada tanaman perkebunan seperti pepaya dan singkong, termasuk juga peternakan di sini banyak yang memelihara
sapi,” terangnya.

Bagi Suarta, pertanian saat ini masih menjadi sektor yang cukup bisa bertahan di tengah situasi apapun. Tak salah jika ia memiliki keinginan kuat memperkuat sektor yang ada ini tentunya diikat dengan pararem yang dapat melindungi potensi yang ada agar tidak mudah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman.

Baca juga:  Ini, Seruan FKUB Badung saat Nyepi

Termasuk juga melakukan revisi atau pembaharuan
perarem desa adat yang sudah ada sejak tahun 2007. “Jadi ada sejumlah hal di dalam pararem yang perlu dikurangi atau ditambahkan disesuaikan dengan
kondisi saat ini, dan salah satunya terkait upaya pelestarian pertanian untuk mencegah alih fungsi lahan, disamping juga mengatur berkaitan dengan kegiatan adat, agama dan program jangka panjang lainnya, saat ini masih berproses,” jelasnya.

Jika penguatan akan sektor pertanian sudah dapat berjalan dengan baik, ke depan tentu impian merancang konsep desa wisata berbasis pertanian atau agro wisata tentunya menjadi program lanjutan. “Untuk desa wisata saya melihat memang ada potensi untuk itu, hanya saja SDM dan permodalan masih menjadi kendala saat ini, karena dana bantuan dari
provinsi kami alokasikan untuk Parahyangan dan untuk Upakara,” terangnya.

Baca juga:  Kena Sanksi, Kader PDI-P Tabanan Bantah Disebut Tak Disiplin

Tentunya dukungan dari pemerintah termasuk juga
pihak pariwisata atau swasta ke depan sangat dibutuhkan. “Bisa saja dengan pembuatan jalan setapak untuk tracking di pinggiran sungai Yeh
Ning dari ujung utara desa sampai di selatan menuju di tengah persawahan. Nantinya disuguhi pemandangan bajak sawah dengan cara tradisional,
pemuda ikut ngaturang ngayah magegambelan dan yang lain,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN