Salah satu jalan rusak di Bangli akibat bencana alam yang melanda. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Cuaca ekstrem masih terjadi hampir di seluruh kawasan Indonesia, termasuk Bali. Bali khususnya, harus ada langkah adaptasi dan langkah pencegahan atau mitigasi untuk meminimalisasi bencana.

Adaptasi perlu dilakukan karena ini akan selalu terjadi berulang-ulang. Kalau kita tidak beradaptasi atau malah menantang alam, tentu akan lebih parah.

Pengamat lingkungan yang juga dosen pengampu
mata kuliah Geomorfologi di Fakultas Pertanian Unud,
Drs. R Suyarto, M.Si., mengungkapkan secara adaptasi, harus disadari bahwa saat ini telah memasuki perubahan iklim. Dulu, musim kemarau dan musim hujan batasnya jelas, namun sekarang tidak.

Untuk itulah, kata dia, langkah adaptasi penting dilakukan seperti memperbanyak penghijauan, tidak hanya di hulu, namun juga di hilir. “Secara teknis, masyarakat di hulu yang banyak memiliki lahan, agar bisa diberikan insentif supaya mereka bisa menanam. Misalnya, dengan diberikan bibit gratis, dengan
catatan bibitnya itu yang mengarah ke tanaman yang secara hydro orografi membantu menahan infiltrasi supaya lebih banyak air tanah. Tanaman apa saja yang dipentingkan, saya kira para ahli pasti tahu,” kata Suyarto, Kamis (27/1).

Baca juga:  Hari Bhayangkara Ke-77 Momen Tingkatkan Kepercayaan Publik

Lebih lanjut dikatakan, selain penghijauan kawasan hulu, untuk kebun-kebun yang sekarang banyak terisi
tanaman industri, perlu juga disisipi tanaman tahunan
yang lestari. Menurutnya, perlu juga dipetakan, untuk
di hulu, lokasi mana saja yang perlu dihijaukan supaya lestari.

Karena perlu ditentukan dimana area masuknya air hujan ke perut bumi untuk memberikan air di hulu atau mendukung cekungan air tanah. “Kadang posisi recharge, perlu data yang lebih akurat tentang struktur geologi atau struktur lapisan pembawa air,” ucapnya.

Baca juga:  Sembuh 3 Orang, Pasien Konfirmasi Covid-19 di Jembrana Tinggal 2 orang

Sementara langkah adaptasi untuk di kawasan hilir
yang lokasinya relatif lebih datar dimana air gerakannya tidak cepat, perlu diperhatikan saluran drainasenya.

Supaya air mengalirnya lebih lancar, termasuk juga sumur resapan dan biopori. “Namun perlu diingat, walaupun perkembangan kota tidak bisa dibendung, keberadaan tanaman sangat diperlukan. Termasuk juga penataan saluran drainase, untuk menghindari
terjadinya banjir genangan,” katanya.

Sementara itu secara mitigasi, dalam rangka menanggulangi bencana, untuk di hulu, diharapkan warga yang bermukim di lereng terjal dan di pinggir sungai, agar lebih berhati-hati. Senderan-senderan agar diperkuat, artinya sesuai dengan kondisi tanah
dan kondisi air setempat.

Baca juga:  Tertimpa Pohon di Jalan Raya Beringkit, Sejumlah Kendaraan Rusak Parah

Mitigasi selanjutnya menurutnya perlu dipilih vegetasi
apa yang perlu digunakan untuk penguat tebing. Karena tidak semua vegetasi bisa memperkuat tebing, kalau salah memilih vegetasi, malah bisa mempercepat terjadinya longsor. “Tanaman akar serabut menjadi pilihan yang bagus untuk memperkuat tebing,” terangnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN