Marjono. (BP/Istimewa)

Oleh Marjono

Kusutnya desa ini mestinya menjadi momentum kebangkitan bersama dalam melawan praktik kelam korupsi di tingkat pemerintah desa. Ini penting kita tekankan karena sampai saat ini tidak sedikit aparat desa yang masuk bui karena tersandung masalah korupsi dana desa.

Itulah kemudian, penting adanya upaya meningkatkan kompetensi dan pemahaman perangkat desa termasuk para pengelola pengadaan barang dan jasa, sehingga pada setiap pelaksanaannya bisa berjalan
sesuai dengan track yang benar. Warning dari BPK atas praktik korupsi dana desa, salah satunya menyangkut proses pengadaan barang/jasa pemerintah, yang begitu rentan terhadap adanya penyelewengan atau penyimpangan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu saja banyak faktor penyebabnya, terutama karena ada niat dan kesempatan. Manakala niat tidak ada yang buruk, dan
jika kesempatan itu hilang, tidak mungkin ada kesalahan.

Oleh sebab itu, sumber daya manusia pengelola pengadaan harus benar-benar orang yang punya kredibelitas dan integritas. Artinya, selain menguasai materi juga harus bernurani, sehingga tata kelola pengadministrasiannya juga tertib.

Baca juga:  Metamorfosa Pariwisata Bali

Membincang dana desa, Presiden Jokowi merincikan dana desa yang dikucurkan pada 2015 adalah sebesar Rp20,8 triliun, selanjutnya 2016 sebesar Rp46,7 triliun, pada 2017 senilai Rp59,8 triliun, pada 2018 sejumlah Rp59,8 trilun, pada 2019 sebesar Rp69,8 triliun, pada
2020 sejumlah Rp71,1 triliun, dan terakhir pada 2021 senilai Rp72 triliun sehingga totalnya 400,1 triliun.

Tahun 2022 ini dana desa akan terus kita tingkatkan, sekurangnya tak berkurang dari tahun sebelumnya.
Selain mendapat pasokan dana desa dari pemerintah pusat, beberapa daerah juga mengalokasikan anggaran bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa yang digunakan untuk membiayai Peningkatan Sarana dan Prasarana Perdesaan, Pengembangan Kawasan Perdesaan, dan Operasional Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan sebagainya.

Membuka data Kemendesa PDTT, sepanjang 2015-2020, dana desa telah digunakan untuk membangun prasarana penunjang aktivitas ekonomi masyarakat.
Antara lain berupa, Jalan desa sepanjang 261.877
kilometer; Jembatan sepanjang 1.494.804 meter;
Pasar desa 11.944 unit. Kemudian, Bumdes 39.844 kegiatan; Tambatan perahu 7.007 unit; Embung 5.202 unit; Irigasi 76.453 unit; Sarana olah raga 27.753 unit.

Baca juga:  Efektivitas Pembukaan Pariwisata Bali

Kurun 2015-2020 juga telah dibangun prasarana untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Antara lain berupa Pe￾nahan tanah 237.415 unit; Prasarana
air bersih 1.281.168 unit; Prasarana MCK 422.860 unit; Polindes 11.599 unit; Drainase 42.846.367 meter; PAUD 64.429 kegiatan; Posyandu 40.618 unit; dan 58.269 unit Sumur.

Menyikapi kondisi murung ini menjadi penting menyiapkan kapasitas perangkat dan pengelola dana desa, bagaimana cara mempersiapkan pelaksanaan pengadaan yang matang, metode apa sebaiknya yang digunakan dan lainnya. Mengurus dana desa yang baik berkorelasi dengan kualitas kepala desa dan perangkat desanya.

Semakin bagus kapasitas dan daya inovasi perangkat desa akan mendorong percepatan pembangunan desa. Indonesia punya tak kurang 74 ribu desa dengan keanekaragamannya. Harap tegaskan, keberadaan dana desa hanyalah stimulan, sedangkan partisipan gerakan tetap berhulu kepada perangkat dan warga desa yang berdaya.

Ingat dana desa bukan dana sapujagat. Seturut era teknologi, maka penting bagi desa membangun dan mengembangkan sistem informasi dan data yang lengkap, termasuk data kependudukan, ekonomi dan sebagainya. Juga aplikasi pelayanan publik.

Baca juga:  DPMD Evaluasi Penanganan Covid-19 di Desa dan Kelurahan

Karena era sekarang masyarakat butuh layanan serba cepat, mudah dan murah serta informatif. Mimpi kita, desa melek literasi, punya media online, memiliki coworking space/heterospace untuk tempat anak-anak muda berkarya, berkreasi, berinovasi dan
menyalurkan ide-ide kreatifnya.

Point wajib yang perlu kita bangun adalah menyangkut integritas. Jangan sampai perangkat desa mencuri uang rakyat. Kita berharap, nanti betul-betul desa itu sebagai frontliner, menjadi gerbang paling depan untuk membangun.

Ke depan, desa mesti siap hidup dan bangkit tanpa dana desa. Karena, kita juga tak tahu sampai kapan negara punya kemampuan anggaran untuk menggelontorkan dana tersebut.

Mulai sekarang penting bagi desa punya orientasi menghasilkan bukan (hanya) menghabiskan anggaran. Maka, menggali dana-dana pembangunan desa dengan kerja-kerja kreatif dan inovatif menjadi strategis, sehingga pada gilirannya nanti desa tidak lagi hanya menjadi penonton dan hanya bergantung belaka.

Penulis, ASN, Penulis Buku Desamu Cerita Negeri.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *