Suasana lalu lintas di Denpasar yang makin padat sejak pembatasan mobilitas masyarakat dilonggarkan. Seiring meningkatnya kasus COVID-19, pemerintah kembali mengimbau agar masyarakat membatasi mobilitasnya. (BP/Febrian Putra)

DENPASAR, BALIPOST.com – Peningkatan kasus COVID-19 yang terjadi dalam 3 hari terakhir menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dengan meminta agar masyarakat membatasi kegiatan di luar rumah. Pelaku usaha juga diminta kembali melakukan work from home (WFH).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Bali, Trisno Nugroho, Rabu (19/1) mengatakan, Bali telah memiliki jurus pemulihan ekonomi. Hal ini juga didukung pemerintah pusat.

Ia mengatakan di masa awal pandemi Covid-19, Pemprov Bali telah membentuk Tim Pemulihan Ekonomi Bali. Tim ini merumuskan berbagai langkah untuk pemulihan ekonomi khususnya industri pariwisata. Upaya ini dilakukan antara lain melalui sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability (CHSE) dan percepatan vaksinasi.

Bali juga aktif dan secara cepat melakukan vaksinasi, terutama untuk pekerja pariwisata. Pemerintah Pusat juga membantu pemulihan pelaku usaha dengan menyalurkan dana hibah pariwisata yang digunakan untuk menyiapkan sarana dan prasarana pendukung CHSE, serta revitalisasi sarana dan prasarana di destinasi wisata. Sementara itu, dana hibah bagi pelaku usaha pariwisata dimanfaatkan untuk biaya operasional.

Pemerintah juga mengucurkan dana untuk bantuan sosial kepada masyarakat dan penanganan Covid-19. Tidak cukup sampai di situ, Pemerintah Pusat melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga memberikan pinjaman dana ke Pemda. Pinjaman tersebut diberikan melalui PT SMI pada tahun 2020 ke Pemprov Bali dan Pemkab Gianyar. Dana ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar dan infrastruktur pendukung pariwisata (Pusat Kebudayaan Bali) yang tujuannya untuk mendorong sektor padat karya sehingga mengakselerasi penciptaan lapangan kerja.

Baca juga:  Capai Pariwisata Berkualitas, Bali Perlu Banyak Berbenah

Pepatah dalam dunia investasi “jangan menaruh telur di keranjang yang sama”, prinsip yang sama juga berlaku untuk perekonomian Bali. Adanya shock terhadap perekonomian seperti pandemi Covid-19 mengingatkan agar terus melakukan diversifikasi risiko, termasuk risiko terhadap goncangan perekonomian.

Perekonomian yang terlalu bergantung terhadap satu sektor adalah salah satu bentuk risiko. Ke depan, Bali semakin perlu melakukan transformasi struktural agar perekonomian tidak terlalu bergantung pada satu sektor saja.

Mass tourism semakin tidak relevan mengingat dampak buruknya terhadap kelestarian lingkungan dan penyebaran Covid-19 dan Bali merupakan pulau yang tidak terlalu besar. Penerapan ekonomi digital pun menurutnya menjadi semakin penting di tengah pandemi Covid-19 yang memerlukan minimnya interaksi fisik.

Covid-19 menjadi momen tepat untuk memulai dari nol, tentu dengan loncatan yang jauh lebih tinggi. Dua hal yang perlu digarisbawahi yaitu, kebijakan vaksinasi perlu terus dilanjutkan untuk pengendalian pandemi Covid-19 dan penerapan protokol kesehatan masyarakat di tengah aktivitas ekonomi juga perlu terus dijalankan. Kedua, untuk pemulihan sektor-sektor utama ekonomi, pemerintah tetap perlu berfokus pada pemulihan pariwisata dalam jangka pendek, serta migrasi ekonomi dalam jangka panjang.

Baca juga:  Tambahan Kasus Nasional Naik Lagi Lampaui 5 Ribu Orang

Transformasi yang diperlukan terkait dua hal yaitu diversifikasi ekonomi dan transformasi sektor jasa. Dalam pengembangan light manufacturing industry ini, Bali perlu mendorong peran UMKM agar bisa meningkatkan nilai tambah komoditas primer menjadi produk dengan nilai tambah tinggi. Untuk itu, kapasitas UMKM perlu ditingkatkan, antara lain melalui kebijakan seperti kemitraan dengan perusahaan besar untuk transfer knowledge, serta korporatisasi petani melalui dukungan modal dan offtaker. Selain itu, Bali juga perlu mendorong penerapan teknologi digital oleh petani (digital farming) maupun UMKM.

Dalam mentranformasi sektor jasa, pariwisata Bali perlu diarahkan menuju quality tourism. Untuk itu, diperlukan ketersediaan infrastruktur fisik pendukung. Bali memiliki potensi quality tourism, antara lain maritime tourism dan medical tourism. Untuk bisa merealisasikan potensi maritime tourism, perlu didukung pembangunan pelabuhan.

Baca juga:  Sebanyak 107 Peserta dari Asia, Partisipasi di Paragliding Accuracy Asian Cup 2019

Sedangkan untuk menjadi destinasi medical tourism, juga perlu pembangunan fasilitas rumah sakit. Selain itu, juga perlu pembangunan infrastruktur dasar transportasi massal, seperti LRT. “Dengan berbagai jurus ini, kita semua optimis pemulihan ekonomi Bali akan cepat terealisasi,” ujarnya.

Terkait upaya pemulihan ekonomi, salah satu pelaku pariwisata, I Wayan Parka, mengaku akan berusaha tetap menyikapi kondisi ini dengan bijak. “Karena kami para pelaku hanya bisa mengikuti regulasi yang akan digulirkan oleh pemerintah, dalam situasi apapun kami tetap harus berusaha menjaga semangat agar tetap bisa bertahan dengan sekecil apapun peluang yang ada,” ungkapnya.

Menanggapi usulan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat berkunjung ke Pojok UMKM Bali yang menyampaikan agar pelaku usaha pariwisata di Bali menyiapkan program atau produk khusus untuk wisatawan nusantara, menurut Parka, tetap harus mempertimbangkan jumlah wisatawan yang berkunjung. “Sehingga hanya satu jawaban yang pasti yaitu regulasi pembukaan border serta regulasi opening VoA (Visa on Arrival) untuk green zone area untuk bisa saling melengkapi dan menyelamatkan Bali dari sisi ekonomi,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN