Made Lestariana. (BP/Mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Selama pandemi Covid-19 melanda, membuat tunggakan air minum di Buleleng terus membengkak. Terbukti dari daerah pelayanan di Kota Singaraja dalam kondisi normal pelanggan yang menunggak membayar air minum mencapai 200 pelanggan, sekarang membengkak menjadi 2.000 pelanggan yang menunda melunasi pemakaian air minum. Kondisi tersebut membuat Perusahaan Daerah (Perumda) Air Minum Tira Hita Buleleng kehilangan pendapatannya mencapai Rp 1 miliar.

Direktur Utama (Dirut) Perumda Airr Minum Tirta Hita Buleleng Made Lestariana Selasa (9/3), mengatakan, sebelum pandemi Covid-19 melanda pelanggan yang menunggak membayar tagihan pemakaian air minum bisa dibilang kecil. Namun, menyusul penyebaran Covid-19 yang berdampak luas, otomatis mendongkrak jumlah pelanggan air minum di Bali Utara menunda melunasi tagihan pemakaian air minum. Bahkan, kondisi ini tidak saja terjadi di daerah pelayanan di Kota Singaraja, namun hal yang sama terjadi di daerah pelayanan kantor cabang.

Baca juga:  Polresta Klaim Operasi Ketupat Agung Turunkan Kasus COVID-19

Lestariana mencontohkan, untuk di Kota Singaraja rata-rata ada 200 pelanggan yang tercatat menunggak. Hingga akhir tahun 2020 yang lalu, tunggakan ini membengkak dengan fantastis, di mana mencapai 2.000 pelanggan. Sesuai data yang ada, tunggakan pelanggan ini bervariasi dan bahkan ada belum melunasi tagihan air minumnya mencapai 12 kali. “Paling tinggi memang di kantor pusat, namun di kantor cabang kami juga mengalami hal yang sama dan tunggakan ini tidak bisa kami hindari karena bersamaan dengan situasi darurat kesehatan karena Virus Corona,” katanya.

Menurut Lestariana, tidak saja memicu tunggakan tagihan air minum, perusahaan yang dipimpinnya itu juga terpaksa membebaskan pembayaran tagihan air minum untuk pelangan dengan ekonomi lemah dan tercatat dalam Data Terpadu Kesejahtraan Sosial (DTKS). Sesuai persetujuan para dewan pengawas, pembebasan tagihan air minum ini selama 6 bulan di tahun 2020 yang lalu. “Sebagai komitmen perusahaan dan persetujuan dewan pengawas perusahaan membebaskan tagihan air minum untuk pelanggan yang tercatat dalam DTKS dan itu selama 6 bulan setahun lalu,” tegasnya.

Baca juga:  Hutan Bakau di Kawasan TNBB Dipenuhi Sampah

Atas kondisi itu, Lestariana mengaku kebijakan pembebasan tagihan selama 6 bulan itu memicu perusahaan kehilangan pendapatan. Tidak tangung-tanggung, pendapatan yang menguap sekitar Rp 700 juta. Sedangkan, untuk akibat tunggakan yang terus membengkak, perusahaan harus kehilangan pendapatannya mencapai Rp 1 miliar lebih.

Meskipun kehilangan pendapatan dengan nilai fantastis, namun Perumda Tirta Hita sukses merealisaikan laba bersih. Tahun 2019 yang lalu, laba bersih yang direalsiasikan sebesar Rp 10,4 miliar lebih. Tahun 2020 lalu, realisasi laba bersihnya naik menjadi Rp 10.9 miliar lebih. Kondisi ini bisa dicapai karena direksi menerapkan kebijakan melakukan efesiensi terutama dalam pelaksanaan program yang sudah dirancang.

Baca juga:  Warga Pecatu Keluhkan Pemasangan Kabel yang Semrawut

Terkait kebijakan pemberian sanksi kepada pelanggan yang nunggak, Lestariana menyebut pengenaan sanksi menyegel dan sampai memutus layanan air minum belum diterapkan. Ini karena kondisi pandemi yang membuat masyarakat berada pada situasi yang sulit, sehingga tidak ingin menambah beban kebutuhan masyarakat. Sebaliknya, perusahaan menawarkan agar tunggakan dilunasi dengan cara mencicil. “Astungkara perusahaan masih mampu menaikkan pendapatan walaupun pandemi. Ini kami bisa capai karena kegiatan dan program biayanya kita tekan, sehingga perusahaan masih eksis menjalankan usahanya dan menjalankan fungsi sosial dalam penyedian air minum kepada masyarakat,” tegasnya. (Mudiarta/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *