Ilustrasi. (BP/Tomik)

JAKARTA, BALIPOST.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pencabutan lampiran tentang minuman keras (miras) dalam Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Namun, pernyataan Presiden itu harus dibarengi dengan penerbitan revisi. Demikian dikemukakan Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto, dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (3/3).

Ia mengatakan dalam konteks penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik, meskipun ‘political will’ pencabutannya sudah diumumkan secara verbal, harus segera dilakukan pencabutan melalui revisi perpres tersebut. Menurut dia, langkah revisi perpres tersebut untuk memberikan kekuatan yang final dan mengikat dalam konteks legalitas suatu peraturan perundang-undangan.

Baca juga:  Jokowi "Ngunduh Mantu," Belasan Ribu Relawan Mendoakan

Dia menilai pemimpin idealnya harus mendengar apa yang menjadi aspirasi, merasakan dan memahami nuansa kebatinan dan keinginan masyarakat dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan. “Apalagi menyangkut kepentingan dan nuansa kebatinan secara langsung masyarakat. Meskipun terlanjur dikeluarkan, setelah mendapat masukan dari berbagai kelompok masyarakat termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat dan lainnya akhirnya Presiden mencabut lampiran Perpres tersebut,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu menjelaskan, dalam konteks tertentu, Presiden seharusnya bisa mempertimbangkan mana yang lebih utama dan bijak antara investasi atau nuansa kebatinan masyarakat. Karena itu dia menilai tepat kebijakan Presiden Jokowi yang mencabut Lampiran III Perpres 10/2021, karena tujuan dibuatnya perpres tersebut selain memberikan jaminan kepastian hukum, juga harus melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Baca juga:  Ribuan Pemilih akan Nyoblos di Lapas dan Rutan Se-Bali

“Dan ke depan agar pemerintah hati-hati dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas,” katanya.

Dia menyarankan agar pemerintah melibatkan masyarakat luas sebelum mengambil keputusan dan kebijakan, sehingga akan mampu meminimalisir potensi keputusan dan kebijakan yang kurang produktif. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *