Gubernur Bali, Wayan Koster. (BP/dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keluarnya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali No. 2021 Tahun 2020 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, tudingan menyengsarakan masyarakat Bali pun disematkan ke Gubernur Bali Wayan Koster oleh sejumlah oknum di media sosial.

Hal ini membuat Gubernur Koster kembali menegaskan maksud dan tujuan dikeluarkannya SE itu. Ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak ada niat sedikitpun untuk menghambat pulihnya pariwisata Bali.

Apalagi dikatakan menyengsarakan masyarakat Bali, seperti yang dituduhkan sejumlah oknum melalui media sosial. “Tidak ada niat seperti itu saya sebagai Gubernur Bali dan saya orang yang betul-betul berupaya menerapkan kebijakan secara humanis,” ujar Gubernur Bali Wayan Koster saat memberikan keterangan pers di Jayasabha, Denpasar, Selasa (22/12).

Kasus positif Covid-19, lanjut Koster, sampai saat ini masih terus meningkat di semua daerah di Indonesia. Termasuk di dalamnya Bali serta daerah-daerah yang menyumbang kunjungan wisatawan domestik ke Bali seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Keluarnya SE bertujuan untuk memastikan seluruh PPDN ke Bali melalui udara, darat, dan laut, bebas Covid-19 atau tidak menjadi sumber penularan. Selain itu, memastikan aktivitas liburan dapat berjalan dengan sehat, nyaman, dan aman, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat luar bahwa Bali serius dan sungguh-sungguh dalam menangani Covid-19.

Baca juga:  Naik dari Sehari Sebelumnya, Tambahan Kasus COVID-19 Bali di Atas 185 Orang

“Bilamana kita berhasil menangani Covid-19 pada libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2021, tidak terjadi peningkatan kasus positif Covid-19 yang signifikan, maka Pemprov Bali dapat meyakinkan Pemerintah Pusat agar wisatawan mancanegara bisa dibuka mulai tahun 2021,” paparnya.

Menurut Koster, kebijakan dalam SE diputuskan secara bersama-sama dalam rapat sesuai arahan pemerintah pusat. Dalam hal ini, pusat memberi arahan bahwa Bali sebagai pintu gerbang destinasi pariwisata dunia harus diproteksi dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Bali diharapkan menjadi provinsi pertama yang terbebas dari Covid-19, pariwisatanya pulih, dan ekonomi kembali normal. Sebab, pulihnya pariwisata Bali akan menjadi kunci pulihnya pariwisata Indonesia. “Kebijakan dalam SE ini merupakan keberlanjutan secara konsisten dalam penanganan Covid-19 dan dampaknya terhadap pariwisata serta perekonomian Bali,” jelasnya.

Hanya saja, lanjut Koster, tidak semua pihak menyambut keluarnya SE dengan positif. Ada juga yang menanggapi dengan pemahaman keliru, bahkan ada oknum dengan sengaja membelokkan ke arah yang menyesatkan.

Padahal Bali tidak mengambil pilihan ekstrem, seperti menutup sepenuhnya aktivitas pariwisata untuk mengendalikan Covid-19 atau membuka sepenuhnya aktivitas pariwisata dengan mengabaikan penanganan Covid-19. Beberapa negara seperti Belanda, Jerman, Perancis, Inggris, Italia, dan Australia memilih untuk membatasi perjalanan warganya bahkan ada yang sampai lockdown.

Baca juga:  Sidang SDGs Diharapkan Hasilkan Bali Declaration

Sementara ini belum ada satupun negara yang memilih membuka sepenuhnya aktivitas pariwisata dengan mengabaikan penanganan Covid-19. “Bali memilih solusi kebijakan yang lebih arif dan bijaksana, sebagai jalan tengah diantara dua pilihan ekstrem itu yakni mengijinkan aktivitas pariwisata dengan tetap mencegah terjadinya penularan dan klaster baru,” terangnya seraya mengajak semua pihak untuk memahami kebijakan ini secara utuh dan mendalam.

Berikut ini protokol kesehatan secara ketat bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020 yang telah direvisi dan diumumkan, yaitu:

a. bertanggung jawab atas kesehatan masing-masing, serta tunduk dan patuh terhadap syarat dan ketentuan yang berlaku;
b. bagi yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR paling lama 7 x 24 jam sebelum keberangkatan, dan mengisi e-HAC Indonesia;
c. bagi yang melakukan perjalanan memakai kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji Rapid Test Antigen paling lama 3 x 24 jam sebelum keberangkatan.
d. surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR dan hasil negatif uji Rapid Test Antigen berlaku selama 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan.
e. selama masih berada di Bali wajib memiliki surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR atau hasil negatif uji Rapid Test Antigen yang masih berlaku.
f. bagi PPDN yang berangkat dari Bali, surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR atau Rapid Test Antigen yang masih berlaku dapat digunakan untuk perjalanan kembali ke Bali.

Baca juga:  Pantai Sudah Mulai Dikunjungi, Pemkot Denpasar Tegaskan Ini

Ketentuan tersebut dikecualikan bagi anak berumur di bawah 12 tahun. Ketentuan uji swab berbasis PCR juga tidak berlaku bagi pelaku perjalanan dari daerah yang tidak memiliki fasilitas uji swab berbasis PCR, namun wajib mengikuti Rapid Test Antigen di tempat kedatangan.

Ketentuan ini dikuatkan oleh Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru Tahun 2021 dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tertanggal 19 Desember 2020 yang ditandatangani Kepala BNPB selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *