Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita , Sp.A (K), M.Sc

JAKARTA, BALIPOST.com – Uji klinik vaksin Sinovac, telah masuk tahap III dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh relawan. Penelitian tersebut dikawal langsung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan keamanan, dan kemanjurannya sebelum nantinya digunakan masyarakat.

Sejauh ini hasil uji klinik fase III dinyatakan aman dan tidak ditemukan reaksi berlebihan. Kendati demikian masih beredar mitos-mitos mengenai vaksin di masyarakat yang perlu diklarifikasi oleh para ahli, guna memberikan pemahaman dan fakta yang benar dan menyeluruh bagi masyarakat.

Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita , Sp.A (K), M.Sc, Guru Besar Fakultas Keokteran Universitas Indonesia, mengatakan, mitos seputar vaksin cukup banyak, masyarakat harus pandai memastikan informasi yang benar. Hal yang tidak masuk akal, harus kita tinggalkan. Terutama harus hati-hati untuk membagikannya dengan orang lain, ujarnya pada acara Dialog Produktif bertema Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (16/11).

Baca juga:  Gerah Penggunaan Bahan Berbahaya Makanan Marak, Ini Disiapkan

Vaksin sendiri merupakan cara mencegah infeksi penyakit tertentu dengan efisien dan efektif. Vaksin terbukti mampu mencegah banyak penyakit seperti, BCG, Polio, Hepatitis B, Campak, Rubela, Hib, PCV, Influenza, Dengue, HPV. “Yang perlu diketahui pula, apabila kita melakukan imunisasi pada banyak orang maka akan timbul yang disebut dengan imunitas populasi atau dikenal dengan herd immunity. Ini akan melindungi orang lain yang belum atau tidak bisa diberi vaksin seperti, bayi atau orang dengan penyakit gangguan imun”, ujar Prof. Cissy sebagaimana diikuti dari Kemkominfo TV.

Penolakan yang luas terhadap vaksin COVID-19 justru menghambat terciptanya kekebalan kelompok yang diinginkan. Minimal cakupan imunisasi COVID-19 mencapai 70% dari jumlah populasi.

Terkait proses pembuatan vaksin yang cepat, Prof. Cissy mengatakan, teknologi dan kemampuan sumber daya yang maju, serta ketersediaan biaya, mempercepat proses penemuan vaksin COVID-19, dimana fase-fase yang harus dilalui dilakukan secara paralel. Laporan keamanan uji klinik vaksin COVID-19 fase satu dan dua telah dipublikasikan pada publikasi internasional dan menunjukkan hasil yang baik.

Baca juga:  Vaksin COVID-19 Kembali Tiba di Bali, Khusus untuk Ini

Hasil tersebutlah yang menarik minat lebih dari 2.000 relawan untuk berpartisipasi pada uji klinik fase tiga di Bandung. Dari 2.000 relawan tersebut, 1.620 relawan memenuhi syarat untuk berpartisipasi hingga saat ini telah selesai di vaksinasi dan menuggu laporan hasil uji resminya.

Menjawab efek samping vaksin COVID-19 yang telah diuji coba pada ribuan relawan di Indonesia, Prof. Cissy mengatakan, tidak ditemukan efek samping yang berat, info atau berita mengenai adanya yang meninggal, sakit berat, sakit punggung, itu tidak terbukti dari hasil uji klinik vaksin COVID-19. Setelah dilakukan penelitian, kejadiannya ternyata tidak berhubungan langsung dengan vaksinasi.

Baca juga:  Pasek Suardika Sebut Anas Disiapkan Jabatan Khusus di PKN

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Cissy juga menghimbau kepada orang tua untuk tetap rutin memberikan vaksin kepada anak-anak dan balita. Ada 12 program imunisasi nasional yang diberikan gratis pada anak-anak dan balita. Dalam kondisi pandemi, pemberian vaksin rutin diberikan, agar tidak menjadi pandemi yang lain nantinya.

“Yang paling rawan di sini campak. Campak sangat mudah menular. Imunisasi pada bayi itu yang paling utama, jadi tidak betul bayi tidak boleh diimunisasi”, kata Prof. Cissy.

“Vaksin adalah salah satu cara kita untuk terlindungi dari infeksi penyakit tertentu. Namun kita tetap harus melakukan perilaku 3 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak aman) secara disiplin, sampai akhir pandemi nanti,” tutup Prof. Cissy. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *