
JAKARTA, BALIPOST.com – Tiga penyebab keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), yakni kontaminasi, pertumbuhan dan perkembangan bakteri, serta kegagalan pengendalian keamanan pangan, menjadi bahan evaluasi guna perbaikan program itu.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebutkan, pihaknya mengidentifikasi 17 kejadian luar biasa (KLB) keracunan yang berkaitan dengan program tersebut, dan kasus-kasus itu tersebar di 10 provinsi.
“Dan dengan konteks tersebut, kontaminasi yang terlihat, yaitu ada kontaminasi awal pangan dengan sumber kontaminasi bahan mentah, lingkungan pengolah/penjamin,” kata Taruna rapat bersama DPR di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (15/5).
Adapun untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri, katanya, disebabkan suhu dan waktu, kondisi makanan, serta proses pengolahan. Dia mencontohkan, ada makanan yang dimasak terlalu cepat sehingga terlambat didistribusikan, sehingga anak-anak yang memakannya keracunan.
“Kemudian ada hal yang perlu kita perhatikan betul tentang kegagalan pengendalian keamanan pangan yang hubungannya dengan hygiene-sanitasi. Nah ini perlu kami jelaskan karena sebagian mungkin dapurnya itu perlu dievaluasi, perlu diperbaiki,” katanya.
Ketiga penyebab keracunan itu, katanya, menunjukkan sejumlah isu yang dapat diperbaiki, yakni tidak lengkapnya data epidemiologi, ketidaksesuaian parameter uji, parameter uji yang tidak spesifik, penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) yang belum optimal, serta penjaminan keamanan bahan baku.
“Dengan konteks belajar dari kondisi ini, maka Badan Pengawas Obat berkomitmen akan semakin mempererat kerja sama kami dengan Badan Gizi (Nasional) supaya mencegah kejadian luar biasa yang bisa terjadi di masa-masa yang akan datang,” dia menuturkan.
Dia menyebutkan, pihaknya tentu berkomitmen untuk memberikan pendampingan kepada petugas yang khususnya berhubungan dengan dapur-dapur yang menyiapkan MBG tersebut.
Dalam kesempatan itu, dia juga berharap pihaknya dilibatkan Badan Gizi Nasional BGN dalam pengawasan penyiapan makanan yang disajikan dalam program MBG. Taruna mengungkapkan, BPOM baru dilibatkan ketika sudah terjadi KLB.
“Karena memang itu kenyataannya. Jadi maksudnya kami menjelaskan secara transparan apa adanya, supaya menggugah Badan Gizi untuk melibatkan kami,” kata dia.
Dia pun berharap DPR RI dapat membantu memfasilitasi sinkronisasi kinerja BPOM dan BGN dalam program nasional tersebut. (Kmb/Balipost)