Beberapa petugas desa melakukan pemantauan warga yang melintas di Jalan Gunung Kawi, Denpasar, Sabtu (20/6) saat pemberlakuan PKM. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebulan terakhir kasus COVID-19 mengalami peningkatan. Kondisi ini dinilai terjadi karena mulai kendornya pengawasan pembatasan aktivitas masyarakat.

Akademisi dari Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dr. Made Ady Wirawan, Senin (14/9), mengatakan, ada dua opsi yang perlu dipertimbangkan pemerintah. Yaitu opsi PSBB namun dengan konsekuensi pemerintah harus mampu menyediakan kompensasi untuk mereka yang mobilitasnya dibatasi. “Sehingga harus memiliki data dasar berkaitan dengan siapa yang berhak dapat kompensasi,” ujarnya.

Meski demikian, menurutnya opsi PSBB sangat mungkin dipilih untuk mengerem laju dari penambahan kasus transmisi di komunitas. Ia pun lebih memilih diberlakukannya PSBB ini dalam meredam laju penyebaran COVID-19.

Baca juga:  Gubernur Koster Harapkan Pertanian Jadi Pendorong Kekuatan Ekonomi

Opsi kedua adalah memperketat kegiatan sosial yang ada saat ini. “Kita lihat sebelum peningkatan kasus, sudah bagus pengendaliannya dengan mengendalikan kegiatan adat, membatasi kegiatan dengan melibatkan orang dalam jumlah banyak, misalnya dalam suatu kegiatan pernikahan dan kegiatan sosial lainnya yang memang mengendor dalam 1 bulan terakhir,” ungkapnya.

Jika pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat kembali dilakukan maka law enforcement harus diperkuat. Sehingga bisa membantu menekan transmisi, di samping upaya-upaya klasik yang terbukti mampu menekan transmisi agar tetap ditingkatkan kapasitasnya oleh pemerintah.

Baca juga:  Tambahan 6 Kasus Positif COVID-19 di Bali, Mayoritas Transmisi Lokal

Pemeriksaan COVID-19 perlu ditambah, tidak hanya pada yang bergejala namun seluruh masyarakat yang bisa dilakukan berdasarkan inisiatif sendiri. Skrining di tempat-tempat yang memiliki potensi penularan dengan menjangkau atau mengidentifikasi sebanyak mungkin kasus, contohnya di pasar.

Selain itu lebih banyak yang diisolasi dan di tracing agar lebih mudah dikendalikan sehingga diharapkan kasus dapat menurun sehingga kapasitas rawat inap rumah sakit cukup menampung mereka yang nanti memerlukan perawatan. “Sehingga sistem kesehatan tidak kolaps,” imbuhnya.

Baca juga:  Rekonstruksi Pembunuhan Botak, Tersangka Peragakan 24 Adegan

Diperlukan juga antisipasi tempat perawatan menghadapi peningkatan kasus, misalnya dengan menyiapkan RS lapangan dan tempat yang dimiliki oleh Pemprov sebagai tempat perawatan pasien COVID-19. Demikian juga dengan penderita lain yang kondisinya tidak berat, atau kapasitas isolasi mandirinya tidak memadai, menurutnya perlu disiapkan tempat yang bisa dipantau Satgas COVID-19 sehingga tidak menimbulkan klaster keluarga. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *