DENPASAR, BALIPOST.com – Bali saat ini masih mengandalkan pasokan listrik dari Jawa. Dari total kapasitas terpasang 1.440,85 MW sesuai kondisi kelistrikan eksisting di Bali tahun 2019, sebesar 400 MW dipasok dari luar melalui kabel bawah laut.

Sisanya, dari PLTU Celukan Bawang sebesar 426 MW, PLTG Pesanggaran 201,60 MW, PLT EBT sebesar 2,4 MW dan sisanya adalah PLT BBM (Gilimanuk, Pemaron dan Pesanggaran) sebesar 410,85 MW. “Di Bali saya kira memang sudah sangat mendesak dan perlu kita desain secara terencana agar kita ini mulai menyiapkan Bali mandiri energi,” ujar Gubernur Bali Wayan Koster saat menyampaikan penjelasan terhadap Ranperda Provinsi Bali tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050 (RUED-P) dalam Rapat Paripurna DPRD Bali, Senin (29/6).

Koster menambahkan, dari kapasitas terpasang 1.440,85 MW, daya mampu yang dihasilkan sebesar 927,20 MW. Mengingat, pembangkit dengan bahan bakar BBM pada posisi standby (tidak dioperasikan, kecuali dalam keadaan darurat, red), sedangkan beban puncak tertinggi dicapai sebesar 920 MW.

Apabila dibandingkan dengan daya mampu maka kondisi cadangan kelistrikan Bali hanya 0,77% dan ini masuk kategori sangat kritis. Pasalnya, cadangan aman adalah minimal 30% dari beban puncak.

Baca juga:  Pembahasan Belasan Ranperda Terhambat COVID-19

Selain pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik, energi juga digunakan pada sektor lain terutama pada sektor transportasi, komersil, industri, rumah tangga dan sektor lainnya, terutama yang mendukung pariwisata. “Saya sudah menarik garis tegas untuk tidak melakukan kompromi dan toleransi terhadap semua pihak yang ingin membuat Bali ini tergantung dengan pihak luar dalam kaitan pemenuhan kebutuhan dasar,” imbuhnya.

Menurut Koster, rencana umum energi daerah bukan sekedar amanat Undang-undang. Tapi memang telah menjadi kebutuhan Bali di masa mendatang. Bali perlu merencanakan dan membuat skenario untuk mandiri energi. Yakni dengan menyiapkan pembangkit tenaga listrik yang bisa dibangun sendiri di Bali. Kemudian menghitung kebutuhan dengan proyeksi pertumbuhan setiap tahunnya secara cermat. Sangat berbahaya apabila Bali terus ketergantungan dengan pasokan energi dari luar melalui kabel bawah laut. Kalau ada yang “nakal” lalu memotong kabel itu, maka pasokan listrik akan langsung putus dan Bali bisa gelap seketika.

“Karena itu, ketergantungan Bali terhadap sumber pembangkit listrik dari luar itu harus segera kita kendalikan. Kalau ini terus kita tambah, kita makin tergantung dan itu akan menyulitkan posisi Bali kedepan,” paparnya.

Baca juga:  Kabupaten Ini, Terbanyak Laporkan Tambahan Warga Meninggal Terjangkit COVID-19

Pemerintah pusat, lanjut Koster, sebetulnya berkeinginan menambah lagi pasokan energi melalui kabel bawah laut sebesar 700 MW. Namun rencana yang digulirkan Menteri ESDM terdahulu, Ignasius Jonan itu telah ditolak olehnya.

Apalagi, mantan anggota DPR RI ini bukan hanya merancang Bali mandiri energi. Tapi energi yang disiapkan adalah energi bersih dan energi baru terbarukan.

Bali bahkan sudah memiliki Pergub terkait energi bersih, serta penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Regulasi ini utamanya menjaga alam tetap bersih, tidak dihujani kotoran asap dari kendaraan bermotor dan pembangkit tenaga listrik.

Sedangkan pasokan listrik dari pembangkit tenaga listrik di Paiton, Jawa Timur menggunakan bahan bakar batu bara yang tidak ramah lingkungan. “Tidak cocok dengan konsep kita, satu mandiri energi. Kedua, energi yang bersih dan ramah lingkungan. Karena itu kita tidak mau, saya sudah menyampaikan secara terbuka. Bahkan tempo hari, saya sudah bicara dengan Menteri ESDM dan Dirut PLN yang baru,” jelasnya.

Koster berharap dukungan DPRD Bali dan semua komponen masyarakat terkait hal ini. Segenap kebijakan harus dikaitkan dengan Bali mandiri energi dan energi bersih.

Baca juga:  Nasional Catat Tambahan Kasus COVID-19 di Bawah Seribu Orang

Misalnya pembangunan hotel, restoran, perumahan, kantor, dan sebagainya, perijinannya harus dikaitkan dengan upaya tersebut. Yakni dengan memberlakukan syarat memakai energi bersih seperti gas, panel surya (matahari), atau energi baru terbarukan lainnya.

Dengan demikian, tatanan pembangunan akan semakin baik, menjaga keberlanjutan Bali ke depan, serta kelangsungan generasi penerus di masa mendatang. Selain itu, tetap mendukung tujuan nasional yaitu secara bertahap dan pasti untuk meningkatkan bauran energi terbarukan, yang saat ini hanya 0,4 % akan meningkat menjadi 11,15 % pada tahun 2025 dan menjadi 20,10 % pada tahun 2050.

Ranperda RUED-P yang juga dokumen perencanaan energi Bali Tahun 2020-2050 diharapkan segera rampung karena sudah ditunggu oleh Menteri ESDM dan PLN untuk dijadikan skenario pemenuhan energi di Bali dengan pembangkitnya. Produk hukum ini memang yang pertama kali di Indonesia, yang dibuat dengan mengedepankan penggunaan energi bersih. “Kalau bisa satu bulan selesai,” tandasnya.

Selain mengajukan Ranperda Provinsi Bali tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050 (RUED-P), Koster juga menyampaikan penjelasan terhadap Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2019. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *