Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – World Health Organization (WHO) telah merilis bahwa COVID-19 tidak mungkin akan bisa hilang. Terbukti, kasus baru kembali muncul di negara-negara yang sebelumnya sudah menyatakan bebas COVID-19 seperti China dan Korea Selatan.

Baik itu karena imported case maupun transmisi lokal. “Kemudian daerah-daerah yang melakukan lockdown itu kan tidak ada yang berhasil, sama saja. Itulah kenapa Pak Jokowi bilang berdamai dengan COVID-19,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana dikonfirmasi, Senin (25/5).

Menurut Kariyasa, berdamai yang dimaksud bukan berarti berleha-leha. Namun, pola hidup masyarakat harus sudah mulai berubah dengan menerapkan protokol kesehatan.

Seperti memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan mengisolasi diri apabila sedang sakit. Kendati diakui Politisi PDIP ini, kesadaran masyarakat Bali untuk menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19 sudah cukup bagus.

Baca juga:  Bamsoet Sebut Bali Hampir Miliki Semua Destinasi Favorit, Tapi Belum Punya Ini

“Di Bali ini, pemahaman masyarakat sudah cukup bagus. Tentu harus dipertahankan karena COVID-19 diprediksi belum mencapai puncak,” jelasnya.

Kariyasa menambahkan, pintu-pintu masuk Bali juga harus dijaga dengan ketat. Siapapun yang ingin ke Bali harus membawa surat keterangan sehat bebas COVID-19 berdasarkan rapid test atau uji swab.

Ketika sampai di Bali pun harus mau diperiksa lagi dengan standar uji swab metode PCR. Terlebih menyikapi arus balik lebaran ini.

Pemprov Bali perlu membangun kerjasama dan menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah di perbatasan seperti Jawa Timur dan NTB. “SDM atau petugas juga harus lebih banyak disiapkan di pintu-pintu masuk dan harus diberikan insentif lebih mereka,” terangnya.

Baca juga:  Sudah Koordinasi dengan Mabes Polri, Ini Janji Kapolda Bali Soal DMD

Walaupun Bali sudah memiliki kebijakan yang bagus, Kariyasa menyebut tidak akan berhasil kalau pengawasan di lapangan tidak ketat. Itu sebabnya, masalah human error harus mulai dipikirkan dengan menyiapkan tenaga lebih banyak.

Salah satunya bisa memberdayakan para pegawai yang sebelumnya bekerja dari rumah (WFH) untuk difokuskan melakukan pengawasan. Kemudian insentif juga perlu dipikirkan karena mereka cukup berisiko ada di garda terdepan.

“Dulu-dulu terjadi kecolongan karena kan mungkin kecapaian dia sehingga kan lolos dan sebagainya. Kita lihat kemarin beberapa kali sidak itu jumlah mereka kan terbatas juga,” imbuhnya.

Baca juga:  Terendah Sejak Gelombang Kedua Melanda, Nasional Tambah Kasus di Bawah 1.500

Lebih lanjut dikatakan Kariyasa, Bali utamanya harus mewaspadai OTG atau Orang Tanpa Gejala yang paling berbahaya menyebarkan COVID-19. Apalagi, ada kecenderungan kasus transmisi lokal yang juga terus bertambah dari hari ke hari disamping imported case.

“Kita di pusat sudah berupaya sekali bagaimana alat tes bisa didatangkan dari luar, karena impor semua. Kalau perlu riset, agar kita bisa memproduksi sendiri,” papar Politisi asal Busungbiu, Buleleng ini.

Semakin banyak masyarakat yang dites, lanjut Kariyasa, maka langkah penanganan seperti isolasi dan lainnya akan bisa dilakukan lebih cepat. Dengan Bali yang kini memiliki tiga laboratorium uji swab metode PCR, diharapkan bisa mempercepat proses penanganan COVID-19. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *