Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Bali I Putu Armaya, S.H. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali menyoroti lembaga pembiayaan utamanya perusahaan pembiayaan (finance) yang mengenakan biaya tambahan pada konsumen atau nasabah yang mengajukan keringanan cicilan di tengah Pandemi COVID-19.

Ketua YLPK Bali Putu Armaya, SH., Minggu (17/5) mengatakan hal itu akan merugikan konsumen dan menabrak UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Banyak keluhan konsumen yang datang kepadanya di tengah masa sulit COVID-19.

Memang ada aturan OJK untuk memberikan relaksasi kredit. Namun sayangnya, penerapan peraturan OJK itu diserahkan kembali kepada bank atau finance itu sendiri untuk mengambil kebijakan.

Baca juga:  Berikan Tempat Tinggal Nyaman Kepada Warga, Pemkab Klungkung Bantu Rehab Rumah 190 Unit

“Begitu konsumen datang ke finance tidak ada pilihan lagi. Konsumen dihadapkan pada kontrak, kemudian yang dikeluhkan konsumen adalah mereka dikenakan biaya tambahan antara Rp 500.000 – Rp 2,5 juta,” bebernya.

Jika biaya tambahan tersebut tidak ada payung hukumnya, maka itu berpotensi menabrak UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan merugikan konsumen. “Kalau tidak ada payung hukum yang jelas dan itu ada semacam pungutan atau tambahan biaya yang tidak ada payung hukumnya, ini jelas menabrak UU Perlindungan konsumen,” tegasnya.

Baca juga:  Soal Lembaga Keuangan Catut Nama Koperasi, OJK Belum Terima Aduan

Menurutnya, dalam kondisi force majeur seperti ini, lembaga keuangan memberikan penundaan pembayaran kepada konsumen selama 3 – 6 bulan. “Syukur – syukur 6 bulan diberikan penundaan, tapi selama penundaan pembayaran agar tidak dikenakan biaya yang macam – macam, tidak jelas tidak ada payung hukum. Artinya kalau memang dikenakan biaya untuk biaya materai atau untuk fotokopi tidak apa-apa, tapi dijelaskan terkait kontrak kerjanya,” jelasnya.

Baca juga:  Di Tengah Pandemi, Pelaku Usaha Difabel Bisa Berkembang dengan Manfaatkan Teknologi

Menurutnya, penundaan pembayaran tepat dilakukan karena saat pandemi Covid-19, banyak yang di PHK atau dirumahkan sehingga penghasilannya berkurang. Dengan demikian tidak ada biaya untuk melakukan angsuran maupun membayar cicilan. “Mau tidak mau berikanlah penundaan pembayaran selama 6 bulan dengan tidak memungut biaya-biaya tambahan seperti itu,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *