Ilustrasi uang. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertumbuhan kredit di Bali pada triwulan II melambat. Kantor Perwakilan (KpW) Bank Indonesia Bali menyebutkan pertumbuhan kredit ada di angka 4,31% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2025 (5,89%).

Bank Indonesia menilai penyaluran kredit di Bali masih belum maksimal karena kredit modal kerja yang terkontraksi.

Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali melalui Deputi Direktur KPw BI Provinsi Bali Andy Setyo Biwado, pihaknya sudah mengeluarkan kredit likuiditas makro prudensial, yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh perbankan. Kebijakan likuiditas makro prudential tersebut dapat menguntungkan kalangan perbankan.

Sebab, dengan aktif menyalurkan kredit maka akan mengurangi simpanan ke bank sentral.

Sementara itu BI menilai dengan batasan risiko kredit bermasalah sebesar 5%, perbankan di Bali untuk nonperforming loan (NPL) hanya 1,42%, atau masih jauh di bawah angka risiko kredit yang dipersyaratkan.

Baca juga:  September 2022, Jumlah Pemilih Mencapai 3.120.035 Orang

Begitupula, loan at risk (LAR) di Bali saat ini cukup rendah, hanya sekitar 10%. Kondisi itu berbeda saat pandemi covid-19, indikasi risiko kredit mencapai 80-90%.

“Berarti perbankan masih terbuka lebar menyalurkan kredit, karena risikonya yang relatif rendah. Begitu pula dilihat dari LAR itu juga relatif rendah dan trennya menurun,” katanya.

BI berharap, kalangan perbankan melakukan terobosan melalui penyaluran kredit, sehingga perkembangan ekonomi di Bali tidak hanya tinggi tapi juga sustain. Strategi dan rekomendasi optimalisasi pembiayaan perbankan di antarnya melalui edukasi dan literasi agar pelaku usaha memperbarui data kredit (SLIK OJK) dan mengajukan kredit produktif.

Mendorong keanggotaan pelaku usaha dalam asosiasi terkait, mengembangkan ekosistem bisnis pariwisata dan transportasi (travel agent, kapal wisata, penyeberangan, angkutan darat).

Inovasi pembiayaan transportasi laut untuk menekan bunga kredit Linkage perbankan,platform digital untuk akses arus kas dan penilaian risiko pekerja kreatif.

Baca juga:  Di Tengah Wabah COVID-19, BI Optimis Penggunaan QRIS Meningkat

Selanjutnya menggunakan data alternatif (e-commerce, transaksi digital) untuk menilai kelayakan kredit. Pendampingan UMKM untuk tingkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Membangun rantai pasok terintegrasi dari hulu ke hilir. Insentif pembiayaan dari pemda sesuai kapasitas APBD hingga mengoptimalkan peran penjaminan dan asuransi untuk mitigasi risiko.

Terkait hal tersebut, Dirut Bank BPD Bali Nyoman Sudharma menyebutkan, bank milik krama Bali ini terus menunjukkan kinerja positif di tengah dinamika perekonomian nasional.

Ia menyebut kredit tumbuh lebih tinggi, yakni sebesar 9,73% yoy, dari Rp22 triliun menjadi Rp24,14 triliun.

“Kredit yang kami salurkan sebagian besar difokuskan untuk mendukung sektor produktif, khususnya UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian Bali,” terang Sudharma.

Untuk kredit UMKM sendiri, nilai penyaluran per Juni 2025 mencapai Rp12,17 triliun, naik 9,33% dibandingkan Juni 2024 yang sebesar Rp11,13 triliun, dengan share mencapai 50,42% dari total kredit.

Baca juga:  12 Penyedia Penelitian Kredit Inovatif Masih Aktif

Selain itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga pertengahan tahun telah terealisasi Rp935,64 miliar dari target Rp1.906 miliar hingga Desember 2025.

Sementara itu, Kepala OJK Bali Kristrianti Puji Rahayu mencatat kinerja intermediasi perbankan (Bank Umum dan BPR) di wilayah Bali dan Nusa Tenggara posisi Mei 2025 menunjukkan daya tahan yang solid. Penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan dari periode sebelumnya.

Penyaluran kredit mencapai Rp236,53 triliun atau tumbuh 7,74 persen yoy, meningkat dibandingkan April 2025 yang sebesar 6,74 persen yoy (Mei 2024: 10,69 persen yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 58,29 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif, yaitu 33,23 persen dalam bentuk modal kerja dan 25,06 persen dalam bentuk investasi. (Suardika/bisnisbali)

BAGIKAN