Seorang warga sedang membeli canang di Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, Jumat (14/11), menyampaikan bahwa Bali mencatat inflasi 0,16% (mtm) pada Oktober 2025, meningkat setelah deflasi bulan sebelumnya.

Ia juga menyebutkan berdasarkan pola historis, komoditas seperti canang sari, cabai merah, cabai rawit, pisang, jeruk, dan daging babi hampir selalu mengalami kenaikan harga pada periode Galungan dan Kuningan.

Sementara itu, secara tahunan, inflasi Bali 2,61% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional 2,86% (yoy). Hal ini menunjukkan inflasi Bali relatif terjaga, meski volatilitas harga bulanan masih tinggi dan memerlukan kewaspadaan.

Baca juga:  Tekan Inflasi, Wagub Harapkan Mekanisme Informasi Antarkabupaten Ditingkatkan

BI menyoroti sejumlah komoditas penyumbang inflasi bulanan, yaitu: cabai merah, sawi hijau, daging ayam ras, emas perhiasan, dan jeruk.

Sementara komoditas penyumbang deflasi antara lain: beras, tomat, canang sari, bahan bakar rumah tangga, dan jagung manis.

Dikatakannya, komoditas dengan bobot pengaruh inflasi terbesar adalah beras, daging ayam ras, minyak goreng, telur ayam ras, dan daging babi. Sementara komoditas dengan volatilitas tertinggi mencakup cabai rawit, cabai merah, tomat, dan sawi hijau, yang harus menjadi fokus pengendalian.

BI juga menyoroti risiko tambahan seperti tingginya permintaan selama peak season wisatawan, ketidakpastian cuaca yang memengaruhi produksi hortikultura, kenaikan harga emas global, potensi gangguan distribusi akibat gelombang tinggi dan angin kencang.

Baca juga:  Kantor Hypernet Bali Diresmikan

“Data neraca pangan awal November 2025 menunjukkan bahwa meski stok beberapa komoditas seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging babi masih relatif aman, ketahanan stok daging ayam, cabai rawit, dan tomat masih di bawah rasio 3, sehingga perlu penguatan pasokan lokal,” katanya dalam High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali di Gedung BI Denpasar.

Untuk itu, pihaknya mengusulkan langkah jangka pendek dan menengah melalui strategi 4K. Yakni, ketersediaan pasokan meliputi modernisasi pertanian (GAP, smart farming), penguatan cadangan pangan daerah, dan KAD.

Baca juga:  Didukung BRI, Indonesia Cup Testers Championship Hasilkan Juara Dunia Cup Tester Kopi

Keterjangkauan harga meliputi pasar murah, operasi pasar, dan sinergi dengan Bulog.

Kelancaran distribusi meliputi pemantauan distribusi BBM dan LPG, koordinasi satgas pangan, dan fasilitasi distribusi pangan.

Dan, komunikasi efektif meliputi publikasi informasi harga, jadwal pasar murah, dan diseminasi neraca pangan.

BI juga menekankan perlunya penguatan program GNPIP 2025 yang mencakup klaster pangan, hilirisasi, pemanfaatan teknologi pertanian, hingga optimalisasi pasar murah di seluruh kabupaten/kota. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN