Gubernur Bali Wayan Koster melihat produk lokal saat menghadiri pameran di Buleleng. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sentra produk pertanian berbasis koperasi merupakan salah satu langkah Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Bali untuk mengimplementasi Pergub No.99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Karenanya Perusda menginisiasi enam koperasi yang fokus ke komoditas buah lokal.

Kepala Unit Industri dan Perdagangan Divisi Pangan Perusda Bali, David Setiawan, Minggu (19/1) mengatakan rencananya ada delapan koperasi yang akan diinisiasi pembentukannya oleh Peruda Bali sebagai pilot project sentra produk pertanian berbasis kopersi. Enam kelompok tani sudah menjalani inisiasi pembentukan koperasi.

Baca juga:  Segini Jumlah Koperasi di Karangasem yang Dapatkan BSU

Ia memerinci Kelompok Tani Dana Lestari Bangli (jeruk), Kelompok Tani Amertha Nadhi Buleleng (anggur), Kelompok Tani Uma Hyang Gangga Karangasem (salak), Kelompok Tani Lestari (jeruk) Bangli, Kelompok Tani Tirtha Mandiri (jeruk) Bangli dan Kelompok Tani Tumpang Lestari (salak) Karangasem. David memaparkan kelompok tani yang sudah membentuk koperasi ini terjun ke komoditas buah lokal.

Potensi komoditas buah lokal di Bali sendiri sebenarnya memiliki potensi pasar yang tinggi di Bali. Sayangnya, petani masih belum mampu memenuhi baik secara kuantitas, kualitas dan kontinyunitas karena sifatnya yang musiman.

Baca juga:  Coconuts Beach Resort, Nusa Lembongan

Ia memaparkan data sebenarnya produksi jeruk di Bali mencapai 98.052 ton per tahun, salak sebanyak 18.622 ton per tahun dan anggur 10.298 ton per tahun. ”Tetapi hasil panen ini penyebarannya tidak banyak yang sampai ke swalayan besar maupun hotel. Tetapi lebih banyak ke pengepul bahkan ada yang dibawa ke Jawa dulu baru kembali masuk Bali dengan harga lebih tinggi,” jelas David.

Baca juga:  Memasuki Pertengahan Juni, Koperasi Primer yang Lakukan RAT di Tabanan Baru 71 Persen

Dengan adanya koperasi ini nantinya akan menekankan enam hal yaitu sertifikat kompentensi, akses kapital, akses pasar, bimbingan managemen, kerjasama dengan instansi terkait dan logistik. ”Nantinya ada tiga hal yang saling terkait yaitu koperasi, kelompok tani dan petani itu sendiri,” ujar David.

Dengan langkah ini diharapkan memutuskan mata rantai penjualan sehingga kestabilan harga bisa dipertahankan. Produk juga bisa dihasilkan secara kontinyu sepanjang tahun dan berkualitas. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *