Ilustrasi siswa. (BP/dok)

Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) menjadi perbincangan hangat dunia pendidikan di Indonesia. Selain menyangkut kesiapan siswa yang menjadi peserta, sebenarnya banyak hal menjadi topik yang harus dibahas dan diselesaikan terkait UNBK ini. Misalnya, soal infrastruktur maupun suprastruktur, termasuk penyelenggara dalam hal ini guru/tenaga pengawas dan pemerintah.

Hal ini tidak lepas dari pemerataan pendidikan di tanah air saat ini. Belum semua sekolah mampu menyediakan perangkat komputer sebagai salah satu persyaratan terlaksananya UNBK. Belum semua daerah telah terjangkau jaringan internet (wifi) yang menjadi salah satu komponen dalam pelaksanaan UNBK ini.

Untuk mewujudkan UNBK di seluruh sekolah yang ada di tanah air, pemerintah telah mengejar pegadaan perangkat komputer/laptop bagi seluruh sekolah sampai ke pelosok. Beriringan dengan masuknya listrik ke seluruh wilayah Indonesia, juga dikejar pengadaan jaringan internet/wifi sebagai salah satu komponen pendukungnya.

Baca juga:  Separuh Jumlah SMP di Jembrana Gelar UNBK Mandiri

Ini dalam rangka mengejar pemerataan (sarana dan prasarana) pendidikan maupun pemerataan peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Peningkatan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan diharapkan membawa peningkatan pemerataan kualitas pendidikan itu sendiri. Melalui peningkatan pemerataan pendidikan dan pemerataan peningkatan kualitas pendidikan ini, SDM Indonesia diharapkan mampu mengikuti dan bersaing dalam revolusi industri 4.0.

Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dominannya pemanfaatan superkomputer, robot pintar, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan kecanggihan lain menggantikan tenaga bahkan inteligensi manusia. Revolusi industri 4.0 membawa otomatisasi di hampir semua bidang kehidupan manusia.

Baca juga:  Belasan Ribu Siswa SMP Ikuti Simulasi UNBK

Revolusi Industri 4.0 mengubah secara fundamendal peradaban manusia. Revolusi yang diawali dan ditandai lompatan di bidang teknologi informasi/komunikasi, telah membuat dunia benar-benar berada dalam satu genggaman. Karena itu, revolusi industri 4.0 harus diantipasi semua pihak.

Menghadapi revolusi industri 4.0, ada semacam kekhawatiran SDM Indonesia tidak akan mampu bersaing apalagi memenangkan persaingan di dalamnya. Kondisi ini memicu dan memacu semua mengejar peningkatan kualifikasi SDM yang ada.

Karena yang lebih menonjol penerapan teknologi super canggih, yang paling diburu prestasi akademik di bidang science/eksak. Pendidikan sosial seperti moral etika termasuk komunikasi pun seakan terabaikan.

Kondisi ini dapat dilihat dalam lingkungan keluarga sekarang ini. Semua anggota keluarga sibuk dan asyik dengan gadget canggih, salah satu produk revolusi industri 4.0 ini. Padahal kalau dirunut kembali, revolusi industri 4.0 ini justru menjadi kelanjutan atau muncul dari kemajuan teknologi informasi ini.

Baca juga:  Mempermudah Memahami Zonasi PPDB

Berbagai mesin canggih dalam revolusi industri 4.0 ini tetap baru dapat bekerja karena adanya komunikasi di dalamnya. Meski, nama atau istilahnya mungkin latah disebut bahasa mesin. Dalam pemasaran dan pemanfaatan produk revolusi industri 4.0 ini pun, pastilah tetap diperlukan sebuah komunikasi. Dalam sebuah komunikasi manusia sebagai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan, rasanya moral etika tetaplah masih diperlukan untuk dijaga. Terkecuali, jika nantinya manusia juga sudah menggunakan bahasa mesin dalam komunikasinya.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *