Wayan Koster. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kabar mengenai Bali dijual murah oleh travel agent di Tiongkok memancing reaksi Gubernur Bali, Wayan Koster dan Wakilnya, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Pasalnya, masalah ini terbilang serius lantaran ada kesan Bali diobral.

Wisatawan yang dipaksa berbelanja pada toko-toko tertentu juga akan segera diselidiki kebenarannya. “Saya akan mengecek seperti apa kejadian sesungguhnya. Kalau itu betul terjadi, kami akan berkoordinasi dengan pemerintahan Tiongkok agar tidak ada lagi para travel agent-nya menerapkan program seperti itu,” tegas Koster di Denpasar, Senin (15/10).

Koster menambahkan, pariwisata Bali mesti ditata secara menyeluruh agar ke depan lebih berkualitas. Oleh karena itu, Bali tidak boleh dijual murah.

Sebaliknya, pariwisata harus lebih selektif sehingga wisatawan yang datang ke Bali benar-benar berkelas. Utamanya dalam hal spending money atau berbelanja sehingga langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat Bali. “Kami akan segera koordinasi dengan PHRI dan pelaku industri pariwisata lainnya untuk mengatasi masalah ini. Karena itu menjadi masalah yang serius buat kita di Bali. Jangan sampai Bali ini diobral murah seperti itu,” jelasnya.

Baca juga:  Sebelum Ditunjuk Jadi RS Khusus COVID-19, RS PTN Unud Sudah Tangani 1 Pasien Positif

Sementara itu, Cok Ace, sapaan akrab Wagub Bali, mengaku bertanya-tanya saat mengetahui paket wisata ke Bali dijual dengan harga yang sangat miring yakni 299 renminbi atau sekitar Rp 600 ribu. Mengingat, harga itu sudah termasuk tiket pesawat pergi-pulang, makan, dan menginap di hotel selama 5 hari 4 malam. “Perlu saya selidiki ya. Kalau misalnya Rp 1 juta, itu masih masuk akal. Tapi kalau Rp 600 ribu selama 5 hari, berarti kan cuma Rp 120 ribu per hari. Nasi jinggo mungkin yang dibeliin untuk makannya, saya tidak tahu juga,” ujar Ketua PHRI Bali ini.

Jika bicara penginapan, lanjut Cok Ace, bisa jadi menerapkan pola hostel. Yakni dalam satu kamar diisi dengan 8 tempat tidur (bed). Lalu setiap wisatawan dikenai ongkos Rp 50 ribu. “Praktek itu yang mungkin berkembang,” jelasnya.

Cok Ace menambahkan, penyelidikan tidak hanya akan fokus pada murahnya harga paket wisata itu. Tapi juga terhadap kabar mengenai wisatawan Tiongkok yang dipaksa untuk berbelanja pada toko-toko milik pengusaha Tiongkok. Upaya ini tengah intensif dilakukan bersama Konsul Jenderal (Konjen) RRT di Denpasar.

Baca juga:  Anjing Kintamani Diakui Trah Anjing Asli Indonesia, Gubernur Koster Sebut Bukti Bali Kaya Satwa Berkualitas

Mengingat, pihak mereka juga keberatan karena wisatawan dari negaranya diperlakukan kurang adil. “Jadi diselidiki apakah memang betul dari sana bayarnya murah ataukah diantara itu ada yang bermain-main sebab di negara-negara lain mereka tidak ada masalah. Kita pun disini memberikan pelayanan, kecuali dengan wisatawan Tiongkok, juga tidak ada masalah,” imbuhnya.

Untuk mengantisipasi masalah serupa kedepan, lanjut Cok Ace, bisa juga meniru langkah pemerintah Thailand. Dalam hal ini, wisatawan Tiongkok tidak diberikan masuk ke negara itu jika tidak membawa uang sekitar Rp 5 juta dalam rekening.

Namun, penerapan kebijakan ini di Bali perlu dikaji terlebih dahulu. Misalnya, apakah cukup menjadi kebijakan di tingkat daerah atau harus seijin pusat. “Nanti kan juga kita bisa berbicara masalah fee untuk budaya. Ini kan juga menimbulkan tambahan biaya untuk mereka, sehingga harapan kita, (wisatawan) yang memang tidak punya kemampuan secara finansial, mereka tidak akan ke Bali nanti. Jadi selektif, yang punya uang saja kesini,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah tokoh pariwisata yang selama ini khusus menangani wisatawan Tiongkok mengungkap Bali dijual murah di negeri tirai bambu. “Kasarnya gini ya, Bali itu dijual sangat murah di Tiongkok oleh agen-agen tertentu. Sangat murah, bahkan semakin berlomba untuk lebih murah,” ungkap Ketua Divisi Bali Liang (Pangsa Pasar Mandarin) Asita Bali, Elsye Deliana.

Baca juga:  Mahasabha XII PHDI Ditutup, Ini Pengurus PHDI Periode 2021-2026 Terpilih

Menurut Elsye, praktek jual murah itu sudah berlangsung sejak 2-3 tahun terakhir. Diduga ada permainan mafia yang tentunya sangat merugikan Bali.

Data setahun terakhir, Bali hanya “dijual” seharga 999 renminbi atau sekitar Rp 2 juta. Harga miring tersebut sudah termasuk tiket pesawat pergi-pulang, makan dan menginap di hotel selama 5 hari 4 malam.

Belakangan, harga itu bahkan sudah turun menjadi 777 renminbi atau sekitar Rp 1,5 juta. Lalu turun lagi menjadi 499 renminbi atau sekitar Rp 1 juta dan yang teranyar 299 renminbi atau sekitar Rp 600 ribu. “Coba dipikir, dengan Rp 600 ribu bisa dapat tiket ke Bali dan balik lagi ke Tiongkok. Dapat makan dan hotel selama 5 hari 4 malam. Jadi kualitasnya seperti apa,” keluh perempuan yang akrab disapa Meilan ini. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *