Gempa Bali
Ilustrasi. (BP/dok)

Kepulauan Nusantara merupakan wilayah yang dikelilingi tiga lempeng utama yakni Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, sehingga disebut dengan wilayah dengan lingkaran api (ring of fire). Potensi bencana gempa bumi dan tsunami cukup besar, termasuk juga Pulau Bali. Sejarah mencatat, ribuan korban tewas di Bali akibat gempa bumi. Kesiapsiagaan bencana mutlak ditanamkan kepada penduduk Bali.

Bali dikepung oleh potensi gempa bumi dan tsunami. Di sebelah selatan Pulau Bali terdapat subduksi lempeng Indo-Australia yang diperkirakan telah aktif sejak kala oligosen akhir dengan kecepatan 70 mm/tahun. Di sebelah utaranya terdapat sesar naik Flores.

Kepala BMKG Wilayah 3 Denpasar M. Taufik Gunawan mengungkapkan, sesar Flores ini juga dikenal sebagai Back Arc Thrust yang menjadi pembangkit gempa bumi di Pulau Lombok beberapa waktu lalu. Tidak hanya di laut, di daratan juga terdapat potensi gempa bumi yang cukup besar karena terdapat empat sesar lokal sebagai pemicunya.

Keempat sesar lokal tersebut masing-masing Sesar Negara, Sesar Seririt, Sesar Tejakula dan Sesar Culik. Potensi gempa bumi yang dihasilkan dari keempat sesar tersebut, menurut Taufik Gunawan, juga cukup besar. Bahkan dapat mengakibatkan kerugian terutama korban jiwa yang cukup besar.

Baca juga:  Gubernur Koster Kenalkan Arak Bali di Cocktail Party Groundwater Summit 2022

Salah satunya adalah gempa dahsyat 14 Juli 1976 yang disebut dengan Gempa Seririt. Gempa berkekuatan 6,2 SR dengan episentrum di darat ini mengakibatkan 559 orang tewas, luka berat 850 orang, dan luka ringan 3.200 orang. Dilaporkan juga hampir 75 persen bangunan rumah di Tabanan, dan Jembrana mengalami kerusakan.

Sementara di Karangasem diguncang gempa pada 17 Desember 1979 dengan  korban tewas mencapai 25 orang, korban luka berat 47 orang. Puluhah rumah roboh dan ditemukan retakan tanah sepanjang 500 meter. Sesar di wilayah Karangasem kembali bergerak di tahun 2004 tepatnya tanggal 2 Januari. Korban tewas 1 orang dan 33 orang luka-luka.

Gempa dahsyat yang tercatat di Bali di era modern adalah apa yang disebut dengan Gejer Bali tahun 1917. Sekitar 1.500 orang tewas pada bencana yang terjadi tanggal 21 Januari tersebut. Tidak terhitung jumlah kerusakan bangunan karena pohon-pohon pun bertumbangan, bukit juga mengalami longsor.

Baca juga:  Seratusan Naker Migran Tiba di Pelabuhan Benoa dengan Kapal Quantum of The Seas

Gejer Bali yang lebih dahsyat lagi tercatat terjadi pada 1815 dengan wilayah paling parah di Buleleng. Tepatnya tanggal 22 November, menjelang tengah malam tanah berguncang hebat hingga mengakibatkan bukit di selatan kota Singaraja mengalami longsor hebat menelan Kerajaan Singaraja.

Diperkirakan 10 ribu lebih manusia tewas akibat pergerakan lempeng Back Arc Thrust atau Sesar Flores di sebelah utara Pulau Bali tersebut. Beberapa catatan peneliti menyebutkan bahwa gempa yang terjadi 1815 ini juga mengakibatkan tsunami.

Mitigasi bencana tsunami khusus untuk Bali terutama peringatan dini, menurut Taufik Gunawan, telah cukup baik. Saat ini ada sembilan sirene tsunami yang terpasang di sekitar Pulau Bali. Masing-masing berada di Seminyak, Kuta, Kedonganan, Tanjung Benoa, BTDC, Sanur, Serangan, Tanah Lot dan Seririt.

Wilayah-wilayah tersebut berada di kawasan pesisir yang jika gempa bumi berpotensi tsunami, sirene akan berbunyi. ‘’Kami mengapresiasi Pemerintah Provinsi Bali yang telah merawat dengan baik sistem peringatan tsunami di Bali,’’ kata Taufik Gunawan.

Kepala UPT Pudalops BPDB Provinsi Bali Gede Made Jaya Serrata mengingatkan sesungguhnya penyebab korban tewas saat gempa bumi adalah reruntuhan bangunan dan kekurangwaspadaan. Karena itulah, kesiapsiagaan bencana gempa bumi menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepada seluruh penduduk.

Baca juga:  107 Lulusan SD di Buleleng Belum Terpantau

Langkah Apa yang dilakukan saat gempa terjadi dan setelah gempa. Misalnya bagi mereka bermukim di kawasan pesisir, ketika terjadi gempa besar, ada atau tidak peringatan tsunami harus dengan kesadaran diri melakukan evakuasi mandiri. “Siaga untuk selamat. Lebih baik mengantisipasi sejak dini, daripada menunggu pemberitahuan dari pemerintah,” kata Jaya Serrata.

Selain itu, Jaya Serrata juga mengimbau agar setiap keluarga sejak saat ini menyiagakan diri menghadapi bencana gempa dan tsunami. Mulai sekarang siapkan di rumah masing-masing tas ransel yang berisi makanan seperti roti, satu stel pakaian dan senter.

Selain itu sampaikan kepada anggota keluarga lainnya tentang titik kumpul teraman yang menjadi tujuan berkumpul seluruh anggota keluarga. Ini untuk antisipasi jika terjadi bencana gempa dan tsunami, semua anggota keluarga akan menuju titik kumpul tersebut. (Nyoman Winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *