Ilustrasi UKM. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan 2.500 KUMKM (Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah) dapat tersertifikasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing KUMKM dalam menghadapi era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).

Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kemenkop dan UKM Ir. I Wayan Dipta, M.Sc. mengatakan, dari target 2.500 tersebut,  330 KUMKM ditargetkan bersertifikasi ISO/HACCP/SNI/PIRT, 1.514 KUMKM bersertifikasi hak merek/indikasi geografis, 100 KUMKM untuk sertifikasi halal, dan 556 KUMKM bersertifikasi hak cipta/desain industri.

Dari target tersebut, per 31 Mei, ia telah mencapai target 72,68 persen. Ia optimis dapat mencapi target tersebut sebelum akhir tahun 2018. Karena ia telah memiliki 3 agenda Bimtek (Bimbingan Teknis) yaitu di Bali dua Bimtek, Bimtek sertifikasi PIRT dan halal dan satu Bimtek di Kalimantan.

Memasuki era MEA, persaingan sangat ketat di samping juga ada peluang di dalamnya. Untuk bisa bersaing dan meraih peluang, diperlukan kompetensi KUMKM dan nilai tambah produk yang dihasilkan.

Baca juga:  Pementasan Janger Kurang Memenuhi Pakem

Hal ini sesuai dengan Nawacita, Kabinet Kerja Jokowi-JK yang berupaya meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing. Serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk mewujudkan hal itu, Kemenkop dan UKM melakukan pelatihan sertifikasi pada UMKM. Tujuannya, agar KUMKM mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (naik kelas).

Sekretaris Dinas Koperasi Provinsi Bali I Gusti Ayu Ambari mengatakan, khusus di Bali ia menargetkan 200 UMKM memiliki sertifikat HAKI baik hak merek, hak cipta, sertifikasi halal, PIRT, dan ISO. Namun ISO merupakan sertifikasi internasional sehingga untuk UMKM ia lebih memfokuskan pada sertifikasi halal, PIRT dan hak cipta.

Baca juga:  Antisipasi Konflik Pilkada, Ini Dilakukan Polda Bali

Saat ini di Bali ada lebih dari 300.000 pelaku UMKM, 60 persen diantaranya aktif. Sisanya ada yang pelaku usaha mikro yang sifat usahanya musiman sehingga sulit dimonitor. Dari 300.000 tersebut diakui ia belum memiliki data pasti UMKM yang telah tersertifikasi. Namun pada kesempatan itu ada 2 orang yang diberikan sertifikasi hak cipta dan sebelumnya dari Kemenkop dan UKM juga mengirimkan 9 orang pelaku usaha UMKM dari Bali untuk mengikuti sertifikasi hak merek.

Banyak UMKM di Bali yang belum memiliki sertifikasi lantaran biaya sertifikasi mahal. Selain itu selama ini UMKM di Bali belum menyadari pentingnya sertifikasi. “UMKM kita di Bali terlalu terlena, terlalu bangga kalau produknya ditiru orang lain. Padahal itu seharusnya menjadi milik sendiri yang harus dilindugi. Karena itu adalah modal usaha untuk berkembang ke depan,” ungkapnya.

Baca juga:  Tembus Ritel Modern, UKM Mesti Berbenah

Pemerintah diakui terus berupaya untuk melakukan sosialisasi pentingnya sertifikasi. Karena dengan sertifikasi hasil cipta produk UMKM bisa terlindungi. “Apalagi di era globalisasi, pasar bebas, terutama daerah MEA, jadi sangat penting sertifikasi,” tandasnya.

Sertifikasi juga salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan hibah wirausaha pemula (WP) dari Kemenkop dan UKM. Di Bali telah ada 20 WP yang mendapat bantuan hibah. Masing-masing WP mendapat bantuan Rp 10 – 13 juta. Sedangkan tahun 2018 kuotanya ada 26 WP. Syarat untuk mendapatkan bantuan ini adalah minimal telah memiliki usaha 6 bulan dan maksimal usaha telah berjalan 2 tahun, selain syarat administrasi yaitu ijin, NPWP. “Jadi memang dana itu ditujukan untuk membantu mereka karena usaha kecil biasanya kendala di permodalan,” tandasnya.(citta maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *